Jatengpress.com, Magelang – Festival Bhumi Atsanti (FBA) 3 di tahun 2024, dipastikan akan digelar lebih berwarna dibanding dalam dua ajang FBA tahun lalu. Selain melibatkan lebih banyak seniman penampil, FBA kali ini akan menyajikan bentuk-bentuk kesenian, kebudayaan, yang lebih beragam.
Dalam dua kali gelaran yang lalu, FBA banyak menampilkan pentas seni pertunjukan belaka. Tahun ini, masyarakat bisa menikmati beraneka sajian lain seperti happening art, live painting, performance art melibatkan seniman pelukis dan perupa di Magelang.
Ketua Pelaksana FBA 2024, Luisa Gita menuturkan, selain sebagai bentuk inovasi, keputusan menampilkan lebih banyak ragam kesenian sengaja dilakukan, mengikuti antusiasme, keinginan dari banyak rekan seniman yang ingin ikut tampil, dalam FBA.
“Ide menampilkan lebih banyak ragam kesenian, untuk memberi kesempatan bagi banyak seniman dalam berbagai bidang kesenian, bisa ikut terlibat dan menampilkan karya mereka di depan publik,” ujarnya, saat konferensi pers di Bhumi Atsanti, Bumisegoro, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (4/9).
FBA 2024 mengangkat tema “Hayuning Roso”. Sejalan dengan filosofi Jawa, Memayu Hayuning Bawana. Artinya, turut mempercantik dunia, maka semua tampilan dalam FBA ini adalah bagian dari upaya mempercantik rasa yang diwujudkan dengan pentas-pentas kesenian.

Di FBA 2024 akan tampil 350 seniman dari 18 kelompok kesenian berbagai kota seperti Magelang, Yogyakarta, Cirebon, Bandung, hingga Papua. Dalam dua kali penyelenggaraan sebelumnya, FBA 1, menampilkan 255 peserta dan FBA 2 melibatkan 245 penampil.
Melibatkan lebih banyak seniman, Ketua Yayasan Atma Nusvantara Jati (Atsanti Foundation) MF Nilo Wardhani, mengatakan, pihaknya sendiri tidak bisa menyebutkan secara spesifik, mana pentas yang paling menarik untuk disaksikan.
“Tidak bisa disebut mana yang lebih indah, karena setiap pentas kesenian memiliki bentuk keindahannya masing-masing,” ujar MF Nilo Wardhani, yang akrab disapa Dhani.
Dia menyebut contoh, pentas musik blekothek dari SD Kanisius Kenalan, Kecamatan Borobudur, menarik karena yang melakukan pentas adalah anak-anak SD, dan musik yang dimainkan menggunakan barang bekas seperti galon, kaleng, kayu dan bambu.
Pentas dari kelompok seniman dari Kamoro juga tak kalah unik, karena yang akan ditampilkan para seniman asal Papua, akan menari, memahat dan membuat noken.
Dhani mengatakan, pihaknya sangat berterima kasih semua sponsor pendukung acara, termasuk juga pada para seniman yang antusias tampil, meramaikan FBA di tahun ini.
Fransiscus Xaverius Fri Harna, selaku pendamping pembelajaran agraria dan IT di SD Kanisius Kenalan mengatakan, musik blekothek kini sudah menjadi ekstrakurikuler di SD Kanisius, nantinya akan ditampilkan oleh anak-anak kelas 4,5,6.
Musik perkusi blekothek ini pertama kali dikenal dan dimainkan di tahun 2014. Unik karena memakai barang bekas, kelompok musik blekothek ini sudah memenuhi permintaan 30 kali pentas.
“Kami juga sudah beberapa kali tampil di Yogyakarta,” ujarnya.
Ketua Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe, Herman Kiripi, mengatakan, kelompok seniman Kamoro sudah sering pentas di berbagai daerah dan di mancanegara seperti Swiss dan Brazil.
Sebelum tampil, kelompok seniman Kamoro terlebih dahulu melakukan ritual memanggil nenek moyang agar turut mendukung penampilan mereka.
“Jika ingin melihat ritual kami, maka penonton diharapkan dapat datang lebih awal sebelum kami pentas,” ujarnya.
Salah seorang seniman penampil asal Borobudur, Teguh Mahesa, menuturkan, dirinya akan ikut terlibat menampilkan pentas monolog. Dia mengaku sangat senang bisa terlibat dalam FBA, sebagai bagian dari gerakan mempercantik bumi dengan kesenian.
“Kesenian, kebudayaan sejatinya adalah gerakan dari kalbu. Semoga FBA ini bisa terus bergerak, menari, dan terus menjadi bagian dari keindahan dunia,” ujarnya.(*)