Jatengpress.com, Solo- Pemuda ini memberikan warna semangat yang luar biasa. Di beberapa kesempatan terlihat tegas, idealis sekaligus fleksibel dalam relasi berjaringan. Sama ketika menyampaikan sikapnya dalam proses penjaringan bakal calon ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Solo, belum lama ini.
Berdiri di hadapan audience, pria yang memiliki nama lengkap Edo Johan Pratama ini tak ragu-ragu melangkah di gelaran debat visi misi calon Ketua KNPI Solo saat itu. Karakternya yang khas dan kuat, diikuti gestur tubuh yang mencerminkan semangat optimis, seperti menegaskan, pria kelahiran Solo ini memang pantas memimpin KNPI periode 2024-2027 mendatang.
Edo, begitu pria ini akrab disapa. Hidupnya sudah lama didedikasikan untuk perjuangan kaum lemah, keberpihakan pada anak muda serta berkolaborasi dengan banyak teman muda dengan kajian-kajian intelektualnya yang memukau.
Selama belajar di bangku kuliah, dirinya selalu terlibat dalam diskusi-diskusi yang mengangkat isu-isu sosial dan politik. Dengan bungkus kajian-kajian intelektual yang menukik dan kritis, membentuk karakter Edo yang sangat dekat dengan penalaran dan intelektualitas. Edo tak pernah melupakan jaringan baik senior atau yunior. Semua merasa nyaman ketika terlibat diskusi dengannya.
Maka, apa yang membentuk dirinya saat ini, seperti menjadi representatif wajah para pemuda di Kota Solo. Beberapa organisasi kepemudaan pun juga tak asing dengan visi tentang intelektual, pendidikan dan pemberdayaan ekonomi seperti yang melekat dalam pribadi Edo.
Dengan mewarisi ajaran Bung Karno, Edo memang banyak dipengaruhi keberpihakannya pada ajaran nasionalis. Bicara ajaran Soekarno, maka Sang Proklamotor ini juga tak bisa dilepaskan pada sosok yang religius, sebab Soekarno merupakan warga Muhammadiyah sejati.
Selaras dengan salah satu misi Muhammadiyah yang ingin membangun keilmuan melalui pendidikan, Edo memiliki sejarah panjang tentang gerakan berbasis keilmuan dan intelektual tersebut. Edo aktif di berbagai kelompok diskusi generasi muda. Dia mengusung 7 program, yang ketiga programnya sangat erat dengan pendidikan di antaranya, Mulang Kampung; KNPI Scholarship Fair dan Sekolah Pendamping. Langkahnya ini menegaskan, bahwa anak muda memang harus berada di jalur intelektual, dengan demikian bisa membuka peluang dalam banyak karya dan pengembangan diri.
Meski demikian, jejak Bung Karno juga sangat dekat dengan Nahdlatul Ulama (NU). Hal itu terlihat saat momen Harlah ke-40 NU tahun 1966 di Stadion Senayan. Bung Karno demikian cinta pada NU, sehingga dalam pidatonya dikatakan, “Saya cinta kepada NU. Kan sudah ucapkan di Sala, hei NU, saya cinta kepadamu, cintailah kepadaku! Hei NU, saya rangkul kepadamu, rangkulah aku ini,” ujar Bung Karno.
Figur Humanis
Sebagai anak ideologis Bung Karno, Edo menyadari betul, bahwa semua kelompok agama memang harus dijaga hubungan baiknya, sebagaiman telah diteladankan Bung Karno. Edo meyakinkan semua pihak, bahwa dirinya tak akan meninggalkan kawan-kawan yang bergerak di basis agama, agama apa pun itu.
Secara tak langsung, dengan mewarisi ajaran Bung Karno, maka Edo muncul sebagai figur yang menerima dengan baik banyak idealisme atau pandangan ideal berbagai pihak. Seperti yang pernah diucapkannya pada penyampaian visi misi bakal calon Ketua KNPI belum lama ini, dia menegaskan, bahwa dirinya adalah pribadi yang sangat demokratis, menerima dan merangkul semua pihak. “Demokrasi selalu memberikan pilihan-pilihan. Berdemokrasi tidak hanya bisa ditentukan oleh satu cara saja,” tegas Edo, yang pernah aktif di Dewan Mahasiswa UNS itu.
Dia juga seorang yang humanis. Program strategisnya sangat terbuka bagi banyak pihak, terutama mereka yang lemah. Program Sekolah Pendamping yang digagasnya itu, secara fokus berpijak pada penguatan capacity building guna mencetak fasilitator pendamping akan kebutuhan kelompok rentan seperti tahapan advokasi, layanan hotline Anti kekerasan/diskriminasi, klinik mental health, dan segala kebutuhan/aksesbilitas yang ramah, aman dan inklusif.
7 Program Strategis
Edo sadar betul, bila dirinya terpilih, begitu banyak warna di dalam tubuh KNPI, baik yang beridealisme nasionalis, agama, kerakyatan, pengembangan ekonomi, karya pembangunan serta lainnya. Maka, pria yang pernah bergiat dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Solo ini, bisa mengakomodir semua warna di dalam tubuh KNPI, lantaran prinsip demokrasi yang dianutnya.
Majunya Edo dalam kontestasi Ketua KNPI Solo dalam Musda KNPI 2025 mendatang, bukan tanpa bekal apa pun. Kesiapan itu dia tunjukkan melalui 7 program strategisnya. Ke-7 program tersebut masing-masing, KNPI Youth Fest; Rembug Pemuda; Pendampingan Digitalisasi UKM, Ekonomi Kreatif dan Koperasi Merah Putih; Mulang Kampung; KNPI Scholarship Fair; Wani Resik dan Sekolah Pendamping.
Dia matang dalam dunia organisasi dan jaringan. Maka, ke-7 program strategisnya itu bakal dikolaborasikan dengan kekuatan jaringan. Edo memiliki karakter negosiator dan kekuatan lobi yang teruji. Dalam berbagai kesempatan, fleksibilitas yang menempel dalam dirinya, faktanya mampu diterima berbagai kalangan. Gagasan Edo selalu mengundang banyak pihak sepakat, karena sarat dengan pembaharuan dan mudah dijalankan.
Bawa Dampak Perubahan
Kepercayaan yang diberikan bila memimpin KNPI, Edo akan membawa KNPI untuk memberikan pendampingan untuk program Prabowo-Gibran, Koperasi Merah Putih, di kelurahan-kelurahan. Ekonomi kreatif serta pemanfaaatan Aritificial Intelegence (AI) menjadi tantangan untuk mendongkrang ekonomi kreatif.
Begitu banyak tanggapan positif baik di dalam circle atau di luar circlenya yang mengakui semua ide-ide pembaharuan Edo. Tak heran, Edo selalu diterima dalam berbagai organisasi, karena memang tak pernah kering memberikan pencerahan dan solusi terbaik.
Geliat di berbagai organisasi yang diikutinya sejauh ini, selalu memberikan dampak perubahan yang signifikan. Sudah sewajarnya, di dalam organisasi sebesar dan sekuat KNPI ini, Edo bisa memberikan perubahan yang lebih besar dan terjangkau untuk semua komponen di Kota Solo. “Janganlah Mengusang Selagi Bertumbuh!,” demikian motto Edo, yang baru saja ‘kehilangan’ ibundanya tercinta itu. (*)