Pemprov Jateng Terima Penghargaan Industri Hijau, Wagub: Modal Jawa Tengah Gaet Investor

Jatengpress.com, Jakarta – Pemerintah provinsi Jawa Tengah melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah (Jateng), menerima penghargaan The 2nd Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS) nomor tiga, Kategori Pemerintah Daerah dengan Implementasi Industri Hijau Terbaik tahun 2024. Penghargaan diterima Wagub Jateng Taj Yasin Maimoen (Gus Yasin), di Plenary Hall, Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta Pusat, Rabu, 20 Agustus 2025.

Usai menerima penghargaan, Taj Yasin mengatakan, hasil itu menjadi modal kepercayaan dalam menggaet investor baik dari dalam dan luar negeri ke Jawa Tengah. Dia ingin komitmen pemerintah provinsi dan pelaku usaha untuk bersama-sama tumbuh, membangun Jateng yang ramah terhadap lingkungan.

“Nah, ini yang betul-betul didorong. Tidak hanya berbicara industrinya saja,
kami juga memberikan contoh di sebagian kantor pemerintahan kami sudah pakai contoh panel surya. Untuk apa? mengajak investor yang menanamkan modal di Jawa Tengah ini benar-benar memperhatikan hal ini (industri hijau),” katanya.

Gus Yasin, sapaan akrab Wakil Gubernur Jateng, mengatakan, adanya forum industri hijau tersebut linear untuk target pertumbuhan ekonomi yang ada di Indonesia. Terlebih, kata dia, Jateng sedang fokus mendatangkan investor baik dari dalam dan luar negeri.

Sejumlah kawasan industri strategis telah hadir Jateng, seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industropolis Batang, KEK Kendal, dan lainnya. Pemprov Jateng juga ingin menggarap potensi pertanian, perkebunan, dan perikanan, di wilayah pantai selatan (Pansela) menjadi agroindustri.

“Jateng juga bekerjasama menjadi sister province (kerjasama provinsi antar negara) dengan Malaka (Malaysia), dan Fujian (China). Kita mengajak mereka untuk berinvestasi di Jawa Tengah. Tetapi kita harus apa?
Memperhatikan terhadap implementasi industri hijau,” ucap Taj Yasin.

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita yang hadir di acara itu mengatakan, peran pemerintah daerah (pemda) penting dalam melakukan manajemen pengelolaan limbah/sampah (waste management). Termasuk yang terpenting pengumpulan limbah/sampah (waste collection).

“Kita mulai dengan cerita tentang mimpi yang akan wujudkan bersama-sama. Mewariskan kepada generasi penerus sebuah masa depan yang sehat dimulai dari lingkungan,” katanya.

Dia mengatakan, forum yang juga diikuti pelaku industri dan ekonomi hijau, merupakan upaya perwujudan komitmen menuju ekosistem industri nasional yang memiliki daya saing berkelanjutan dan berkontribusi terhadap net zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat pada 2050.

Dikatakan Agus Gumiwang, sektor industri telah menjadi penopang utama perekonomian nasional. Gambarannya, sektor manufaktur berkontribusi strategis pada kinerja produk domestik bruto (PDB) nasional. Di mana pada triwulan II tahun 2025 kontribusinya mencapai 16,92%. Naik dibandingkan triwulan yang sama tahun 2024 yang tercatat 16,72%.

Sektor industri manufaktur juga tumbuh 5,60% year on year pada triwulan II tahun 2025 dan melampaui pertumbuhan ekonomi nasional pada angka 5,12%. Sedangkan kinerja ekspor industri manufaktur pada semester I tahun 2025 tercatat pada angka 107,6 atau setara 83% total ekspor nasional.

Agus Gumiwang menambahkan, pada periode yang sama pula sektor industri pengolahan nonmigas juga berperan sebagai penyerap tenaga kerja strategis. Jumlah tenaga kerja tercatat lebih dari 19,60 juta orang.

Akan tetapi, lanjutnya, industri manufaktur tentu juga menghadapi tantangan yang cukup berat. Tantangan tersebut tentu banyak kaitannya dengan geopolitik dengan geoekonomi.

“Salah satunya termasuk tuntutan global, tuntutan dari pasar untuk yang menuntut setiap produk dihasilkan dari upaya menurunkan emisi gas rumah kaca. Tuntutan transisi menuju energi bersih nuga tuntutan untuk menjaga daya saing produk industri di pasar global,” ucapnya.

Dia menggarisbawahi, transformasi menuju industri hijau itu tidak boleh dianggap sebagai biaya penveluaran (cost), melainkan menjadi sebuah investasi. Oleh sebab itu, pemerintah harus hadir untuk mewujudkan upaya tersebut meskipun tidaklah mudah.

Kata Agus Gumiwang, transformasi menuju industri hijau dipengaruhi oleh empat faktor utama.
Pertama yaitu tuntutan dari pasar global, konsumen yang semakin selektif terhadap produk-produk ramah lingkungan dengan jejak karbon yang transparan dan juga nilai-nilai keberlanjutan yang jelas.

Kedua, yaitu pembiayaan hijau di mana lembaga keuangan nasional maupun internasional memprioritaskan proyek-proyek berlandaskan environment, social, and good governance (ESG). Itu membuka peluang untuk semakin inovatif.

Ketiga, mempersiapkan regulasi dengan kebijakan pemerintah. Ini dimulai dan dengan mendesain peta jalan dekarbonisasi. Kemudian juga menyiapkan menyiapkan insentif fiskal, kemudahan investasi dan juga regulasi efisiensi sumber daya yang memberi arah transformasi industri menuju praktik-praktik yang berkelanjutan.

“Yang keempat, mau tidak mau kita bagian dari komunitas global, kita dihadapi terhadap mekanisme perdagangan global,” katanya.

Agus Gumiwang juga mengajak semua pihak untuk bersama-sama meninggalkan pikiran kuno dalam pandangan yang selalu membentur-benturkan antara kepentingan pertumbuhan ekonomi dan menjaga lingkungan hidup yang sehat. Menurutnya, transformasi menuju industri hijau adalah perjalanan panjang yang membutuhkan visi, inovasi dan kolaborasi.

Pelaku industri diajak untuk melihat agenda dekarbonisasi. Mulai dari efisiensi energi, memanfaatkan energi terbarukan, inovasi teknologi, serta penerapan prinsip ekonomi sirkular

“Ini bukan hanya sebagai beban, akan tetapi harus dilihat sebagai peluang emas untuk meningkatkan daya saing pasar global, mendukung pertumbuhan ekonomi hijau di Indonesia sambil tetap menjaga kelestarian lingkungan. yang merupakan tanggung jawab kita,” ucapnya. (*)