Tak Sekadar Cepat tapi Terasa Dekat, Cara Jawa Tengah Merawat Pelayanan Masyarakat

Jatengpress.com, Semarang – Pelayanan publik sejatinya bukan hanya tentang kecepatan. Ia tentang kehadiran. Tentang rasa didengar. Tak hanya sekadar cepat tapi terasa dekat. Di bawah kepemimpinan Gubernur Ahmad Luthfi dan Wakil Gubernur Taj Yasin Maimoen, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berupaya membangun kedekatan itu dengan cara yang relevan dengan zaman, tanpa meninggalkan sentuhan manusiawi. Membangun kedekatan terus dilakukan dengan cara kekinian.

Ikhtiar tersebut hadir melalui Jateng Ngopeni Nglakoni (JNN). Sebuah aplikasi yang dirancang sederhana, namun mengubah cara pandang: pemerintah tidak lagi menunggu, melainkan membuka pintu selebar-lebarnya.

JNN adalah aplikasi mobile resmi Pemprov Jawa Tengah yang bisa diunduh di Android maupun iOS. Di dalamnya, warga bisa mengakses informasi, menyampaikan aspirasi, hingga melaporkan keluhan pelayanan publik. Semua dalam satu genggaman.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Jawa Tengah, Agung Hariyadi, menuturkan, JNN sebagai ikhtiar untuk memangkas jarak antara negara dan warganya. “Pengembangan fitur terus kami lakukan, menyesuaikan kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

Di dalam JNN, tersedia kanal pengaduan 24 jam, call center 150945 (Isogas), berita seputar Jawa Tengah, bursa kerja yang terhubung dengan e-Makaryo, hingga informasi transportasi Trans Jateng. Ada pula layanan cek pajak kendaraan, daftar fasilitas kesehatan, layanan Dukcapil, ruang Zilenial untuk generasi muda, hingga fitur khusus Mudik Natal dan Tahun Baru.

Pada fitur Mudik Nataru, warga bisa melihat lokasi posko, kondisi lalu lintas, rest area, CCTV keramaian, fasilitas kesehatan, hingga informasi Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Bahkan laporan cuaca pun tersedia agar perjalanan bisa dipersiapkan dengan lebih tenang.

Sejak diluncurkan Gubernur Ahmad Luthfi pada Agustus 2025, JNN mulai menemukan penggunanya. Hingga Desember, tercatat 7.034 warga telah mengunduh dan menggunakan aplikasi ini. Dari sana, ribuan suara mengalir.

“Total aduan yang masuk mencapai 9.247 aduan, dan 3.020 di antaranya berasal langsung dari aplikasi JNN,” kata Agung. Sebuah angka yang menunjukkan kepercayaan publik mulai tumbuh.

Dari total aduan tersebut, 5.449 aduan atau sekitar 59 persen telah diselesaikan. Sisanya masih dalam proses verifikasi dan tindak lanjut. Bagi Pemprov, angka itu bukan sekadar statistik, melainkan cermin keterlibatan warga dalam mengawal jalannya pemerintahan.

Namun teknologi bukan jawaban tunggal. Pemerintah memahami, tidak semua warga nyaman dengan layar dan aplikasi. Karena itu, pendekatan fisik tetap dijaga melalui program Kantor Gubernur Rumah Rakyat.

Di tempat ini, warga bisa datang langsung. Duduk, berbicara, menyampaikan keluhan dan aspirasi tanpa sekat birokrasi. Kantor Gubernur bukan hanya simbol kekuasaan, tetapi ruang layanan.

“Kantor Gubernur juga menjadi tempat pelayanan langsung kepada masyarakat,” terang Agung.

Rumah Rakyat tidak hanya hadir di Semarang. Titik layanan juga tersedia di kantor eks Bakorwil Pati, Solo, dan Banyumas. Pemerintah mendekat ke warga, bukan sebaliknya.

Aduan yang masuk pun beragam: jalan rusak, penerangan umum, fasilitas publik, layanan kesehatan, pendidikan, hingga bantuan sosial. Semua menjadi bentuk partisipasi warga dalam mengontrol kinerja pemerintah.

“Masyarakat memberikan kontrol terhadap program pemerintah. Dengan laporan itu, kekurangan bisa segera dibenahi,” ungkap Agung.

Di sinilah esensi pelayanan publik bekerja. Negara hadir, mendengar, dan bergerak. Dari gawai hingga ruang layanan fisik.

Program JNN dan Kantor Gubernur Rumah Rakyat menjadi cerminan arah kepemimpinan Ahmad Luthfi dan Taj Yasin Maimoen: pelayanan yang responsif, inklusif, dan membumi. Teknologi digunakan bukan untuk menciptakan jarak, melainkan menjembatani. Sementara ruang tatap muka tetap dijaga agar negara selalu terasa dekat.

Pada akhirnya, pemerintahan yang baik bukan yang paling banyak berbicara, melainkan yang paling sungguh mendengar. Pelayanan publik bukan tentang seberapa canggih teknologi atau seberapa megah gedung pemerintahan. Ia tentang kemauan untuk hadir, mendengar, dan menanggapi. Di Jawa Tengah, kehadiran itu dirawat pelan-pelan. Dari layar ponsel hingga ruang pertemuan sederhana, agar negara tak hanya bekerja cepat, tetapi benar-benar terasa dekat di kehidupan masyarakat. (*)

Terbaru