Jatengpress.com, Borobudur – Lukisan Candi Borobudur, Candi Prambanan dan Candi Sewu, karya seniman asal Portugal, bakal dipamerkan di Museum Borobudur, Kampung Seni Borobudur, awal September mendatang. Pameran bertajuk Nyawiji–The Unity dimulai dengan Pop Up Exhibition di Lalitavistara Restaurant, Borobudur Cultural Center, kompleks Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Minggu (23/08/2025) malam.
Seri lukisan yang dibuat di malam hari langsung dari pelataran Candi Borobudur, Candi Prambanan dan Candi Sewu ini tidak hanya menampilkan keindahan artistik semata, tetapi juga merefleksikan dimensi spiritual, keheningan malam, serta aura historis dari situs-situs bersejarah dengan media visual yang unik dan berbeda.
Commercial Group Head PT Taman Wisata Borobudur, AY Suhartanto, mengatakan, pameran lukisan ini merupakan tindak lanjut dari program Twin World Heritage antara Candi Borobudur dengan Monastery Batalha Portugal.
“Kerja sama ini menekankan pada upaya pelestarian situs-situs heritage melalui pertukaran budaya antara kedua belah pihak, termasuk membuka ruang penciptaan seni yang menghadirkan perspektif baru dan segar, bukan hanya bagi destinasi semata, melainkan juga ekosistem seni di Indonesia,” jelas Suhartanto.
Teknik PlatiGleam merupakan pendekatan melukis kontemporer yang menggabungkan medium tradisional dengan eksplorasi refleksi cahaya di permukaan kanvas. Nelson Ferreira menggunakan latar gelap untuk kemudian menorehkan cahaya dalam bentuk pigmen khusus yang memunculkan goresan refleksi dari pantulan sinar cahaya.
Yang bikin penasaran, lukisan-lukisan tersebut berubah makna ketika dilihat dari berbagai sudut atau intensitas cahaya, menghadirkan pengalaman visual yang imersif sekaligus kontemplatif. Melihat setiap lukisan karya Nelson Perreira membutuhkan Waktu sedikitnya 60 menit.
Lukisan Nelson dapat dilihat dengan menggunakan cahaya lampu handphone yang diposisikan di depan hidup, di bawah kelopak mata. Kesan yang tertangkap dari lukisan itu tidak sama yang melihat. tergantung dari sudut pandang masing-masing.
Kepala Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olah Raga (Dsparpora) Kabupaten Magelang, Mulyanto, mengatakan, Magelang tidak dikenal karena Candi Borobudur. Karena Magelang kaya akan budaya dan seni. “Seni telah mengalir dalam nadi masyarakat Magelang/ dari generasi ke generasi,” katanya.
Dia merasa terhormat karena Magelang (Borobudur) menjadi tuan rumah pameran lukisan karya Nelson Perreira, seorang seniman terkemuka dari Portugal yang karyanya telah diakui dunia. Menurut Mulyanto, karya-karya Nelson Perreira telah melampaui batas geografis. Setiap Luksan tangannya seolah menceritakan suatu kisah, mengekspresikan emosi dan mengundang kita untuk merenung.
Mulyanto menyebut pameran seni lukis karya Nelson Pereira kali ini bukan hanya sekadar ajang untuk memaerkan lukisan tetapi juga sebuah jembatan budaya yang menghubungan Magelang Indonesia dengan Portugal ini adalah wujud nyata diplomasi budaya yang paling indah seni menjadi Bahasa universal yang menyatukan kita semua.
“Saya berharap pameran ini dapat menjadi inspirasi bagi seniman-seniman local Magelang untuk terus berkarya dan mengeksflorasi kreatifitas. Semoga pameran juga dapat memperkaya wawasan tentang seni Lukis, khususnya dari perspektif global,” ujarnya, mewakili Bupati Magelang.
Nathasa, wanita asal Yogyakarta, mengaku takjub terhadap lukisan karya Nelson Pereira yang bisa memendarkan cahaya warna yang berubah-ubah, menggambarkan berbagai emosi melalui tekstur-tekstur. Salah satu yang dia suka, adalah lukisan Candi Sewu. “Mungkin warna atau bayangan-bayangan muncul dipengaruhi oleh jumlah candi yang banyak,” tutur Nathasa, yang dibenarkan rekannya, Aditya.
Nelson Ferreira mengaku tertarik melukis situs-situs cagar budaya sebagai sarana untuk kembali menghormati dan memunculkan karya-karya monumental dari masa lalu. Menurut dia, ada keterpisahan antara peninggalan peradaban masa lalu dengan seni kontemporer saat ini, terutama di museum-museum Eropa.
“Saya mencoba menghubungkan kembali antara dunia spiritualitas dan dunia seni kontemporer. Saat ini, keduanya benar-benar terpisah. Jika Anda pergi ke museum seni kontemporer, mereka justru mengejek spiritualitas, agama-agama tradisional, serta mengabaikan budaya kuno,” ujarnya.
Dia melihat sebagian besar museum tidak menemukan hal yang menarik di sini. “Saya mencoba menghubungkan kembali keduanya, karena peninggalan heritage merepresentasikan nilai-nilai kemanusiaan yang pernah dihasilkan generasi terdahulu,” jelas Nelson Ferreira.
Nelson Ferreira merasa terhormat bisa melukis di pelataran ketiga candi ini di malam hari. Dia beralasan, melukis di malam hari membuka perspektif yang lebih luas. Dirinya memiliki pandangan unik mengenai tiga candi ini.
“Candi Borobudur yang bentuknya menjalar ke bawah, mengajarkan kita untuk membumi. Candi Prambanan yang menjulang tinggi seperti melihat ke surga yang mulia. Sementara Candi Sewu memberikan saya pengalaman ada di masa lalu. Momen yang intens, di mana saya bisa melihat dua– tiga gambaran masa lampau yang menakjubkan,” jelasnya.
Dirinya juga menyebut bahwa melukis Candi Sewu di malam hari menjadi salah satu favoritnya yang membuka pengalaman dan pandangan baru.
“Melukis Candi Sewu di malam hari benar-benar membuatku menyadari hal yang berbeda. Dengan bantuan proyektor yang menghasilkan pencahayaan yang begitu dramatis, saya bisa melihat volume candi yang tidak kulihat di siang hari. Ini sungguh pengalaman yang luar biasa,” jelasnya.
Nelson Ferreira mengajak para pelukis muda untuk terus menghormati dan mengerti peninggalan-peninggalan heritage dari masa lalu. Menurutnya, seni akan menjadi tak berarti jika tradisi ini tidak diwariskan dari generasi sebelumnya.
“Kita bukan siapa-siapa tanpa masa lalu. Apa yang kita ciptakan sekarang berhubungan dengan masa lalu. Sangat sedikit yang original. Sembilan puluh sembilan persen kualitas karya-karya saat ini terhubung melalui tradisi yang berjalan panjang dari masa lalu. Intinya adalah belajar dari maestro sejati dan belajarlah dari generasi pendahulu,” jelasnya.
Nelson Ferreira mengajak setiap orang untuk bisa melihat lukisan Platigleam dari Candi Borobudur, Prambanan dan Candi Sewu secara langsung. Dirinya menjamin, pengunjung yang melihatnya secara langsung akan dibuat terkejut akan efek yang ditimbulkan.
“Anda akan menyukai efek aneh dari gambar yang muncul dan menghilang, mengikuti pergerakan cahaya yang dipantulkan. Pengunjung akan langsung berinteraksi dengan lukisan ini. Pengalaman yang mengisi segala usia, budaya yang berbeda ini adalah sesuatu yang baru. Saya sangat senang jika setiap orang bisa menikmati PlatiGleam painting secara langsung untuk mendapatkan pengalaman secara menyeluruh. Kamu akan mendapatkan pengalaman yang sama sekali baru,” jelasnya.
AY Suhartanto menambahkan, program Twin World Heritage yang dimulai IDM sejak 2017 ini menjalin kerja sama dengan sejumlah destinasi dunia. Antara lain, Candi Borobudur dengan Angkor Wat, Candi Borobudur dengan Monastery Batalha, Candi Borobudur dengan Machu Picchu dan Candi Prambanan dengan Taj Mahal.
“Twin World Heritage merupakan langkah untuk mengenalkan serta menaikkan awareness destinasi di Indonesia di mata dunia. Program ini meliputi beberapa agenda, antara lain kerja sama meningkatkan pengunjung di masing-masing destinasi (market share), kerja sama promosi untuk digital marketing dan kerja sama pertukaran dan sharing SDM serta joint exhibition di masing-masing destinasi,” pungkasnya. (TB)