Jatengpres.com, Magelang – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135 menimbulkan polemik di kalangan anggota parlemen. Lahirnya regulasi yang memisahkan pemilu nasional dan daerah (lokal) itu membuat sejumlah kalangan angkat bicara menyorot putusan yang diterbitkan MK belakangan ini.
Abdulloh, anggota Komisi III DPR RI, menyatakan, putusan MK itu bersifat final dan mengikat tetapi tidak bisa serta merta dilaksanakan. Karena dilaksanakan atau tidak, sama-sama melanggar konstitusi. Karena putusannya adalah untuk pemilu lokal ada perpanjangan masa jabatan 2 tahun setelah presiden dipilih. ini kan tujuh tahun.
“Kami (Fraksi PKB) menolak karena jelas (putusan MK itu) nabrak konstitusi karena tujuh tahun skemanya seperti apa. Padahal di Undang-Undang jelas DPRD, DPR RI dipilih melalui Pemilu tidak ada masa perpanjangan jabatan. Pilkada sesuai Undang-Undang dipilih secara demokratis,” katanya, di sela Silatnas SKNU di ponpes API Syubanul Wathon, Selasa (07/08) malam.
Dia mempertanyakan, perpanjangan masa jabatan 2 tahun, mekanismenya seperti apa ? Karena itu, dia berharap, kalangan anggota DPR RI duduk bareng, bersama teman-teman konstitusi dan lembaga eksekutif yang terkait. “Kita nggak melawan. Coba cari solusinya,” harap Abdulloh.
Anggota parlemen dari Dapil 6 Jateng itu mengaku belum mendengar tentang wacana merevisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi “Saya belum tahu. Nggak dengar juga,” ujarnya.
Terhadap polemik tersebut, Abdulloh mengajak semua pihak untuk menanggapinya secara bijak. Karena dia takin, sebenarnya MK mengambil putusan itu tidak ada niat macam-macam. Tentu niatnya baik, agar lebih efisien dan menimbulkan pemilu yang lebih berkualitas.
“Dalam prakteknya sama saja, tetapi dengan adanya kekosongan (masa perpanjangan jabatan 2 tahun) itu jelas melanggar konstitusi. Kita sempat undang teman-teman KPU, mantan hakim MK, pelaku amandemen Undang-Undang Pemilu 99. Untuk menjaring masukan, apa sih solusinya dan apa kendalanya ketika dijalankan,” katanya. (TB)