Gubernur Jateng Berharap RUU Perlindungan Konsumen Segera Ditetapkan

Jatengpress.com, Semarang – Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Konsumen segera ditetapkan.

Menurutnya, perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tersebut sangat penting untuk segera disusun, dan ditetapkan sebagai undang-undang.

“Harapannya, untuk segera direalisasikan sehingga apabila bersengketa terkait dengan perlindungan konsumen, bisa langsung diatasi,” jelas Ahmad Luthfi saat menerima kunjungan kerja Komisi VI DPR RI di Hotel Gumaya, Kota Semarang, Rabu, 12 November 2025.

Kunjungan kerja tersebut dalam rangka penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

“Kunjungan ini untuk membuat bahan masukan dari Provinsi Jawa Tengah. Tadi kita juga undang akademisi dari Fakultas Hukum Undip, Polda, dan dinas terkait, sehingga bisa mendapatkan bahan yang komprehensif terkait dengan perlindungan konsumen di wilayah kita,” kata Ahmad Luthfi usai acara.

Dijelaskan, ada beberapa hal krusial yang perlu dicermati dalam RUU Perlindungan Konsumen.

Pertama, RUU Perlindungan Konsumen yang dirancang sudah mengakomodir hak dan kewajiban konsumen, serta pelaku usaha atau produsen. Selain itu juga sudah mengakomodir ⁠Tugas dan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.

Kedua, penyelesaian sengketa pada RUU Perlindungan Konsumen menjadi 30 hari kerja dari yang sebelumnya yaitu 21 hari kerja.

Ketiga, segala penyelenggaraan Perlindungan Konsumen di Indonesia akan di laksanakan oleh Badan baru yaitu Badan Penyelenggara Perlindungan Konsumen (BPPK).

Keempat, pengaduan dan penyelesaian sengketa konsumen akan dilaksanakan Lembaga Penyelesaian Sengketa Konsumen (LPSK) yang dibentuk BPPK, ⁠LPSK ini dibentuk di setiap Kab/Kota dengan biaya APBN.

Kelima, pembinaan penyelenggaraan Perlindungan Konsumen oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah akan dikoordinasikan oleh BPPK. Meliputi Pengembangan iklim usaha, Edukasi kepada Konsumen dan/atau asosiasi Konsumen, Pengembangan penelitian di bidang Perlindungan Konsumen Pengembangan dan pembinaan asosiasi Konsumen dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

Keenam, BPSK yang saat ini menjadi kewenangan pemprov tidak diatur secara spesifik dalam RUU. Namun jika merujuk pada RUU Perlindungan Konsumen, BPSK kemungkinan akan menjadi LPSK sampai dengan adanya Peraturan/Ketentuan lebih lanjut.

“Kantor perwakilan pusat nanti ada di provinsi, lokasinya di tiga wilayah. Sebelumnya, harus dilakukan perlindungan konsumen di masing-masing kabupaten,” katanya.

Guru Besar Fakultas Hukum Undip, Paramita Prananingtyas, mengatakan, perlindungan konsumen ini memang perlu ada dinamika untuk tetap hidup dan diperbaiki.

Apalagi, menurutnya, undang-undang tersebut sudah berumur 25 tahun, di mana saat itu belum ada e-commerce. Padahal e-commerce bergerak dari sisi produksi sampai distribusi yang melibatkan banyak pihak.

“Jangan lupakan juga soal sinkronisasi lintas sektoral, karena selama ini masing-masing sektor ingin mengatur sendiri. Undang-undang yang baru ini juga sudah kompleks. Paling penting adalah sosialisasi kepada pelaku usaha dan kesadaran konsumen,” katanya.

Paramita menambahkan, perlindungan konsumen itu juga tidak lepas dari fair trade, pemahaman itu harus dilakukan lebih luas. Konsumen juga harus diberikan pemahaman atas hak atas keselamatan, informasi, pilihan, dan penyelesaian sengketa yang adil.

Ketua Komisi VI DPR RI, Anggia Erma Rini, mengatakan, UU Perlindungan Konsumen yang sudah berusia 25 tahun, perlu diadaptasi sesuai dengan kondisi hari ini, termasuk penegakan hukum tentang perlindungan data pribadi tentang e-commerce, market yang digital, dan lainnya.

“Kunjungan kami untuk mendapatkan masukan guna memperbaiki RUU Perlindungan Konsumen,” katanya. (*)