Jatengpress.com, Purworejo-Audiensi antara manajemen PT Anugerah Karya Trisakti (AKT) yang berlokasi di Desa Sumberrejo, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo dan para karyawan yang difasilitasi oleh Komisi IV DPRD Kabupaten Purworejo belum membuahkan kesepakatan. Komisi IV pun mendorong penyelesaian melalui mekanisme tripartit dengan melibatkan Dinas Perindustrian, Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Dinperintransnaker) Purworejo.
Pertemuan yang digelar pada Jumat (18/07/2025) di ruang utama Gedung B DPRD Purworejo tersebut berlangsung lebih dari dua jam. Dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi IV Ivan Fatchan Gani Wardana, audiensi turut dihadiri oleh Sekretaris Komisi Much Dahlan, serta anggota Sekar Ati Argorini, Berliando Luthfi Zulfikar, dan Timbul Susilo. Dari pihak perusahaan hadir Manajer PT AKT, Anthoni, beserta sejumlah perwakilan karyawan dan Kepala Dinperintransnaker, Sukmo Widi Harwanto.
Ivan Fatchan menyebutkan bahwa audiensi digelar sebagai tindak lanjut dari pengaduan karyawan terkait gaji dan hak-hak yang belum dipenuhi perusahaan.
“Gaji karyawan sejak 4 April 2024 hingga kini belum dibayarkan. Pihak manajemen juga mengakui belum dapat memenuhi kewajiban tersebut,” jelas Ivan.
Menurutnya, perusahaan dalam kondisi keuangan yang tidak sehat, bahkan sejumlah aset telah diagunkan. Upaya bipartit sebelumnya telah dilakukan namun mengalami kebuntuan.
“Karena upaya bipartit sudah deadlock, kami sarankan untuk masuk ke mekanisme tripartit dengan mediasi dari Dinperintransnaker. Jika tetap tidak tercapai kesepakatan, jalur hukum bisa ditempuh,” tegasnya.
Sekretaris Komisi IV, Much Dahlan, mengungkapkan bahwa sebenarnya pada April 2024 sempat dibuat kesepakatan antara pihak perusahaan dan karyawan. Namun, hingga kini kesepakatan tersebut belum dijalankan.
“Kondisi keuangan PT AKT memang sangat memprihatinkan. Dari simulasi perhitungan kami, dana yang tersedia bahkan tidak cukup untuk menutup kewajiban. Karena itu, kami perlu mengetahui langkah konkret dari dinas sebagai bentuk pengawasan DPRD,” ujarnya.
Anggota Komisi IV, Sekar Ati Argorini, menyoroti lemahnya komunikasi antara manajemen dan pekerja akibat tidak adanya serikat pekerja di internal perusahaan.
“Perlu ada jembatan komunikasi yang aktif agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berkepanjangan. Saya minta Dinperintransnaker mengambil peran di sini,” ungkap Sekar.
Ia juga menekankan pentingnya perlindungan tenaga kerja, mengingat sektor industri pengolahan kayu berisiko tinggi terhadap kecelakaan kerja.
“Produksi kayu lapis termasuk industri yang rawan kecelakaan. Maka BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan itu wajib, karena menyangkut jaminan jika terjadi risiko kerja,” tambahnya.
Hal senada disampaikan oleh Berliando Luthfi Zulfikar. Ia mengungkapkan adanya indikasi persoalan internal yang belum terbuka ke publik.
“Bahkan sejak Februari 2024, iuran BPJS Ketenagakerjaan pun menunggak. Ini sangat berisiko jika terjadi kecelakaan kerja,” katanya prihatin.
Berliando menegaskan bahwa perusahaan tidak bisa berharap tumbuh sehat jika mengabaikan hak dan kesejahteraan karyawannya.
“Perusahaan harus menyadari bahwa karyawan adalah aset. Kalau ingin bertahan dan berkembang, hak-hak mereka harus dipenuhi secara adil dan transparan,” tandasnya. (AY)