Jatengpress.com, Magelang — Suara tawa riang memecah suasana pagi di kawasan Lereng Merapi, Srumbung, Magelang, Selasa (21/10/2025). Di sana serombongan anak-anak tengah menyusuri jalan setapak sambil mengamati rerumputan hijau.
Terkadang, mereka berhenti sejenak saat melihat keajaiban kecil alam—mulai dari putri malu (Mimosa pudica) yang menguncup malu saat disentuh, hingga bunga putih dandelion lokal atau yang dikenal dengan Randa Tapak.
Itulah gambaran “Nature Walk”, sebuah kegiatan bermain sambil belajar di alam terbuka yang difasilitasi oleh PKBM Inside Out School (io_school) bekerja sama dengan Asar Humanity.
Ikut serta bergabung dalam kegiatan tersebut anak-anak Panti Madania Maguwoharjo.
Ketua PKBM Inside Out School Magelang, Sulistiyawati, menjelaskan, Nature Walk sebagai upaya mendekatkan kembali anak-anak pada keseruan bermain di alam bebas.
“Nature Walk adalah perjalanan di alam untuk membuat anak-anak berelasi dan tertaut dengan alam yang menjadi tempat hidup dan bermain. Tak hanya bermain, terapi juga mengamati, serta memperhatikan, dan mensukuri alamnya,” ujarnya.
Menurut dia, kegiatan di alam bebas dapat menumbuhkan berbagai potensi dan kecerdasan majemuk anak.
“Kami meyakini bahwa bermain di alam dapat meningkatkan beragam potensi, keterampilan, dan kecerdasan majemuk anak (multiple intelligences). Misalnya, kecerdasan spasial visual, jasmani kinestetik, interpersonal, bahkan kecerdasan pada elemen natural,” kata Sulistiyawati antusias.
Sulistiyawati menyebut kegiatan semacam ini menjadi alternatif di tengah maraknya anak-anak yang kecanduan gadget dan internet. “Anak-anak mendapatkan manfaat vitamin D dari sinar matahari, sekaligus berinteraksi dengan teman dan mensukuri alam ciptaan Tuhan,” lanjutnya.
Inisiator kegiatan dari Asar Humanity, Revangga Twin, mengapresiasi kegiatan kolaboratif ini.
“Kami senang sekali karena ini telah memberikan pengalaman otentik bagi anak-anak untuk berinteraksi dan bermain langsung di alam bebas. Selama ini anak-anak cuma bermain di panti di tengah bangunan padat dan hiruk pikuk jalanan kota,” kata Revangga.
Menurut dia, kegiatan ini juga menjadi bentuk pembelajaran kontekstual, karena sumber daya belajar sepenuhnya berasal dari alam sekitar. Anak-anak diajak mengenali tumbuhan dan karakter lingkungan di sekitar Kali Putih.
“Asar Humanity memang bergerak di bidang kemanusiaan, pengembangan manusia, dan filantropi. Kegiatan seperti ini menjadi bentuk nyata pembelajaran holistik yang kami dukung,” ujarnya.
Dalam Nature Walk, anak-anak tidak hanya berekreasi tetapi juga belajar mitigasi bencana Gunung Merapi. Mereka dibimbing langsung oleh fasilitator dari io_school, Asar Humanity, serta anak-anak warga belajar yang telah terbiasa menjelajah alam sekitar Kali Putih.
“Prinsip Nature Walk adalah bermain tanpa mengambil apa pun kecuali gambar, dan tidak meninggalkan apa pun kecuali jejak,” jelas Sulistiyawati.
Anak-anak juga diajak memahami pengetahuan lokal Merapi, seperti membaca tanda-tanda alam. Jika puncak gunung terlihat mendung tebal, maka bermain di sungai sebaiknya ditunda karena berpotensi terjadi banjir lahar dingin.
“Anak-anak senang sekali bisa melepaskan jenuh selama ini karena terkungkung gedung dan jalanan kota,” kata Revangga.
Sebaliknya, anak-anak warga belajar PKBM juga bahagia mendapat teman baru lintas daerah. “Mereka bisa berbagi pengalaman dan keseruan bermain yang selama ini hanya dilakukan bersama teman di PKBM,” ungkap Sulistiyawati.
Salah satu warga belajar, Hanan, mengaku senang bisa belajar langsung di alam.
“Aku suka nyemplung kali dan belajar di hutan pendek, seru sejuuuk,” katanya polos.
Perjalanan Nature Walk diawali dengan berbagai permainan tradisional khas anak Indonesia seperti egrang, lompat tali, damdaman, dan dakon.
Setelah doa bersama dan pengenalan dari Sulistiyawati selaku Ketua PKBM io_school dan Ketua Yayasan Ayodya Kanaka Arsanacitya (Dyakarsa Foundation), rombongan lalu berjalan menuju hutan pendek dan tanggul Kali Putih.
PKBM Inside Out School dikenal sebagai komunitas belajar berbasis alam yang menekankan pembentukan karakter luhur melalui eksplorasi fitrah anak, interaksi dengan alam, dan pembiasaan literasi.
“Ketika hasrat ingin tahu anak terjaga, maka ia tak akan terbendung oleh apa pun untuk belajar,” ujar Sulistiyawati.
Ia menambahkan bahwa anak-anak di sekolah ini dibebaskan untuk belajar sesuai minat, kemampuan, dan rasa ingin tahunya masing-masing.
Baik Sulistiyawati maupun Revangga berharap kegiatan ini dapat berlanjut dan melibatkan lebih banyak komunitas, sekolah, maupun lembaga sosial di Yogyakarta dan Magelang.
“Ke depan, kami berencana membuat Festival Dolanan Bocah dan Keceh Kali agar keseruan ini tidak hanya dirasakan oleh kami, melainkan oleh banyak anak-anak lain,” tutup Sulistiyawati. (TB)