PENGHARGAAN : Rektor Undip, Prof DR Suharnomo SE MSi, saat memberikan penghargaan kepada Prof Dr Ir Endang Dwi Purbayanti MS dari Fakultas Peternakan dan Pertanian, satu dari tiga guru besar, saat upacara purnatugas tiga guru besar Undip, bertempat di gedung Prof Dr Soedarto SH, kompleks kampus Undip Tembalang, Selasa (26/8/2025). Foto : ist
Jatengpress.com, Semarang – Tiga Guru Besar Universitas Diponegoro (UNDIP) resmi memasuki masa purnatugas. Mereka terdiri Prof Dr Drs Iriyanto Widisuseno MHum dari Fakultas Ilmu Budaya, Prof Dr dr Hardhono Susanto PAK dari Fakultas Kedokteran, dan Prof Dr Ir Endang Dwi Purbayanti MS dari Fakultas Peternakan dan Pertanian.
Upacara Purna Adi Cendekia untuk menghormati masa purnatugas ketiga guru besar, digelar dalam Sidang Terbuka Senat Akademik pada Selasa (26/8/2025) lalu, di Gedung Prof Soedarto SH, Kampus Tembalang. Pada momentum penuh khidmat ini, UNDIP memberikan penghormatan atas kiprah dan dedikasi ketiga guru besar.
Acara berlangsung dengan suasana hangat, haru dan penuh apresiasi sekaligus sarat makna, dihadiri Rektor UNDIP, Ketua Senat Akademik, Ketua Majelis Wali Amanat, jajaran Wakil Rektor, Dewan Profesor, para Dekan Fakultas/ Sekolah, serta segenap pejabat universitas.
Ketua Senat Akademik UNDIP, Prof Ir Edy Rianto MSc PhD IPU, dalam pengantarnya menegaskan bahwa penghargaan ini merupakan wujud cinta akademik dan penghormatan setinggi-tingginya.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada para Guru Besar yang selama ini telah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam proses pendidikan anak bangsa, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengembangan masyarakat Indonesia. Terima kasih telah mendampingi dan membimbing kami para yunior dalam menapaki jalan panjang dan sunyi dunia penelitian,” ungkapnya penuh rasa hormat.
Senada, Rektor Universitas Diponegoro, Prof Dr Suharnomo SE MSi menyampaikan, penghargaan setinggi-tingginya kepada para Guru Besar purnatugas yang dinilai telah mewariskan dedikasi, integritas, dan ilmu pengetahuan bagi UNDIP dan bangsa.
“Setiap orang ada zamannya, dan setiap zaman memiliki sosoknya. Generasi baru terus tumbuh, sementara para senior mungkin menepi, tetapi tidak pernah hilang. Kehadiran mereka tetap membawa keberkahan dan kemanfaatan bagi kita semua,” tuturnya penuh makna.
Dalam kesempatan tersebut, Prof Suharnomo juga menegaskan komitmen UNDIP untuk terus bergerak menuju World Class University (WCU). Saat ini UNDIP berada di peringkat 624 dunia, dan berbagai langkah akselerasi sedang ditempuh, termasuk penguatan riset dan publikasi internasional agar bisa mencapai 500 besar dunia.
Meski menurutnya, peringkat bukan satu-satunya indikator, namun tetap penting, karena saat ini peringkat tetap menjadi tolok ukur masyarakat dalam menilai kualitas institusi pendidikan.
Menutup sambutannya, Prof Suharnomo menyatakan bahwa Purna Adi Cendekia bukanlah akhir, melainkan tonggak sejarah pengabdian. Ilmu dan pengaruh para Guru Besar akan terus menjadi cahaya bagi perjalanan UNDIP yang bermartabat dan bermanfaat.
“UNDIP berdiri tegak karena fondasi yang dibangun oleh para akademisi senior. Karya dan teladan Bapak-Ibu adalah warisan yang tak ternilai. Atas nama universitas, saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghormatan setinggi-tingginya.” pungkasnya.
Sidang senat terbuka tersebut juga diisi orasi ilmiah ketiga guru besar.
Prof Dr Drs Iriyanto Widisuseno MHum dengan kepakaran Filsafat Ilmu menyoroti kecerdasan buatan (AI) dan masa depan kemanusiaan.
“AI memang mampu mengolah data dengan kecepatan luar biasa dan akurasi, tetapi ia tak bisa menggantikan empati, kreativitas, intuisi, dan kebijaksanaan manusia. AI bukanlah ancaman, melainkan mitra yang dapat memperkaya cara kita bekerja, belajar, dan berinteraksi,” paparnya.
Prof Iriyanto menegaskan pentingnya memandang masa depan sebagai kolaborasi, bukan persaingan, antara manusia dan teknologi.
Sementara itu, Prof Dr dr Hardhono Susanto PAK sebagai pakar anatomi kedokteran, mengingatkan tentang ancaman gaya hidup modern yang dikenal dengan istilah sitting disease.
Ia menyoroti bagaimana kebiasaan duduk terlalu lama dan minim aktivitas fisik telah menjadi “pandemi senyap” yang memicu berbagai penyakit kronis, mulai dari diabetes, obesitas, hingga gangguan kardiovaskular.
Menurutnya, kesehatan sejati bukan hanya warisan genetik, tetapi hasil dari disiplin bergerak dan menjaga pola hidup sehari-hari.
Prof Dr dr Hardhono menegaskan bahwa “movement is medicine” di mana gerak adalah obat. Ia mendorong masyarakat, terutama generasi muda dan kalangan profesional, untuk menjadikan aktivitas fisik sebagai bagian dari rutinitas, mulai dari langkah sederhana seperti berjalan singkat setiap 20 menit, memilih tangga ketimbang lift, hingga mengintegrasikan olahraga dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan Prof Dr Ir Endang Dwi Purbayanti MS mengangkat tema urban farming sebagai solusi keberlanjutan pangan perkotaan.
“Urban farming bukan sekadar bercocok tanam di kota, tetapi strategi menjaga kualitas hidup, menyediakan pangan sehat, dan menciptakan ruang hijau dan membuka peluang wirausaha baru. Di tengah keterbatasan lahan, inovasi seperti vertikultur, hidroponik, dan aquaponik menjadi kunci,” jelasnya.
Prof Endang dengan keahliannya dibidang Ilmu Agronomi (Produksi Tanaman) menjelaskan bahwa manfaat urban farming melampaui aspek pangan di mana memberi lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat hingga memperkuat ketahanan pangan lokal sekaligus merevitalisasi lingkungan. Inilah bukti bahwa ilmu pertanian bisa menjawab tantangan peradaban modern. (CIP)