Wakili Jateng, Kades Loano Raih Peacemaker Award 2025

Jatengpress.com, Purworejo – Prestasi membanggakan diraih oleh Sutanto, Kepala Desa Loano, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo. Dia berhasil masuk 10 besar nasional dalam ajang Peacemaker Justice Award (PJA) 2025 mewakili Provinsi Jawa Tengah.

Sutanto menerangkan, dirinya mengikuti seleksi mulai Bulan Maret 2025 dengan peserta 2.000 lebih Kades dan Lurah seluruh Indonesia. Setelah proses seleksi kemudian diambil 1.300 peserta dan dipilih 130 dari 35 provinsi untuk dikarantina di Jakarta.

“Penyelenggara Peacemaker Justice Award ini adalah Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Dari Jawa Tengah ada 10 Kades/Lurah yang berangkat ke Jakarta. Dari Purworejo hanya saya. Hari kedua seleksi, diuji dari Kemendagri, Kementrian Desa, Kemenkum dan Mahkamah Agung. Dari 130 Kades dan Lurah, kemudian dipilih 10 terbaik, Alhamdulillah saya berhasil masuk,” tutur Sutanto saat ditemui di Kantor Desa Loano, Senin (01/12/2025).

Sebagai peacemaker atau juru damai, para Kades dan Lurah tersebut harus mengerti hukum dan pernah mempraktekkan penyelesaian peekara dengan mengedepankan restoratif justice (RJ) di level desa. Sebelumnya, mereka telah mengikuti training selama empat bulan mengenai tata cara penyelesaian masalah dan inovasi yang mereka miliki.

“Setiap desa di Indonesia sekarang ini telah membentuk Posbakum (Posbantuan hukum) di masing-masing kanyor desa. Untuk di Loano, kami berinovasi dengan membentuk kelompok keluarga sadar hukum agar masyarakat merasakan keadilan. Selama ini masyarakat desa bermasalah, Kades selalu terlibat karena itulah bentuk mengayomi dan melindungi. Dengan adanya Posbakum, penyelesaian perkara sedapat mungkin melalui non litigasi (tidak sampai pengadilan). Ini merupakan bagian pelayanan, mengayomi dan melindungi warga,” papar Tanto.

Dia menambahkan, secara teori, di mata hukum semua masyarakat sama. Akan tetapi, di hadapan penegak hukum (APH) perlakuannya berbeda.

“Di hadapan penegak hukum, perlakuannya berbeda. Pejabat, konglomerat, pengusaha dan masyarakat pasti akan dibedakan perlakuannya. Karena itulah, sekarang diusahakan proses non litigasi di tingkat desa, gratis tanpa biaya,” ujarnya.

Tanto menjelaskan, saat diuji dalam seleksi PJA Award 2025, dia menyampaikan praktek yang sudah dijalaninya. “Saya ditanya perkara paling berat yang kami tangani apa. Saya ceritakan tentang penyelesaian perkara malpraktek oleh seorang mantri (perawat) pada pasiennya (akhirnya meninggal) yang menimpa warga Desa Loano. Akhirnya bisa kami damaikan,” ungkap Tanto.

Saat ini, Posbakum Desa Loano memiliki dua paralegal yang terdiri dari perangkat desa. Tanto menyatakan, dengan perdamaian di tingkat desa, akan menghemat uang negara untuk biaya proses peradilan dan biaya di LP. Selain itu, akan menghindari sanksi sosial bagi warga yang bermasalah, karena jika sudah berproses hukum biasanya akan dikucilkan masyarakat. (ning/han)