Jatengpress.com, Karanganyar-Dalam rangka memperingati Hari Pahlawan dan Hari Ayah, SMP Kebangsaan Bharata berkolaborasi dengan SMP Eksperimantal Mangunan Yogyakarta menggelar kegiatan Napak Tilas Perjuangan Pahlawan Nasional Raden Mas Said selama tiga hari, Rabu–Jumat (5–7/11). Kegiatan ini menjadi bagian dari program khas sekolah, Pasukan Penolong Ayah (PASPENA), yang merupakan implementasi penguatan karakter sekaligus bagian dari Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan Asrama Dua Malam (ASDULAM) yang merupakan implementasi 7 Pembiasaan Anak Indonesia Hebat
Kepala SMP Kebangsaan Bharata, Gress Raja, menjelaskan bahwa kegiatan ini tidak sekadar mengenang perjuangan Raden Mas Said, tetapi juga menjadi sarana pembelajaran kontekstual yang menanamkan nilai-nilai perjuangan, pengorbanan, Disiplin, Mandiri dan gotong royong kepada peserta didik.

“Peserta diajak meneladani semangat Raden Mas Said. Mereka belajar langsung di lapangan, turun ke sawah, membantu petani, menanam padi, dan memanen hasil bumi. Semua ini untuk menumbuhkan empati, kemandirian, serta rasa hormat terhadap kerja keras orang tua,” jelas Gress.
Pada hari pertama, para peserta menyusuri jejak perjuangan Raden Mas Said di wilayah Desa Kedawung, Jumapolo. Sementara pada hari-hari berikutnya, kegiatan difokuskan pada kerja nyata di lima lokasi pertanian. Di tiga dusun Wates, para siswa melakukan kegiatan mencangkul dan panen, di dusun Tengklik menanam padi, dan di dusun Dawung membantu petani memanen padi.
Total ada 130 peserta, terdiri dari siswa SMP Kebangsaan Bharata, guru pendamping, serta peserta tamu dari SMP Eksperimental Mangunan Yogyakarta. Sekolah asal Yogyakarta itu sudah empat kali berpartisipasi dalam kegiatan ini. Tahun ini, mereka mengikuti dua program khas Bharata sekaligus, yakni Asrama Dua Malam (ASDULAM) dan PASPENA.
“Mereka tidak diperbolehkan menggunakan ponsel selama 3 hari berkegiatan. Semua fokus pada kebersamaan dan refleksi nilai-nilai yg dihidupi dari setiap kegiatan. Awalnya mereka hanya ingin merasakan asrama satu malam, tapi akhirnya setuju menginap dua malam karena antusias,” tambah Gregorius.
Setiap malam, siswa mengikuti sesi refleksi untuk memaknai pengalaman mereka. Dalam refleksi, banyak siswa mengaku lelah, namun merasa senang karena bisa belajar langsung dari alam dan bekerja bersama teman-teman. “Ada yang terperosok, kepleset di sawah, bahkan kehujanan. Tapi semuanya menikmati prosesnya. Justru di situlah nilai perjuangan dan kebersamaan tumbuh,” ungkapnya.
Gress menambahkan, kegiatan ini rutin digelar setiap bulan November menjelang Hari Pahlawan dan Hari Ayah. Selain napak tilas dan kerja lapangan, kegiatan akan ditutup dengan upacara bendera dan momen sungkeman kepada guru sebagai simbol penghormatan kepada sosok “penolong ayah” pada Jumat (7/11)

“Ini bentuk kolaborasi yang kami hidupkan setiap tahun. Antara sekolah, orang tua, dan siswa, semua bersepakat bahwa kegiatan ini bukan sekadar seremoni, tetapi cara konkret menanamkan karakter cinta tanah air dan hormat pada orang tua,” pungkas Gress. (Abdul Alim)


