30 Pasangan Lansia Umat Buddha  di Wonogiri Terima  Akta Perkawinan Dan Akta Kelahiran

Jatengpress.com, Wonogiri – Bupati Wonogiri Setyo Sukarno serahkan akta perkawinan dan akta kelahiran kepada 30 pasangan lansia umat Buddha di Desa Pijiharjo Kecamatan Manyaran, Kamis (20/11). Setelah menikah secara agama Buddha selama puluhan tahun, mereka akhirnya menerima akta perkawinan resmi. Dengan inovasi Keluarga Indonesia Sadar Administrasi Kependudukan (Kisak) yang diinisiasi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Wonogiri, akhirnya perkawinan mereka umat Buddha tercatat secara sah di mata hukum dan negara. Ini adalah upaya Pemkab Wonogiri dalam memberikan kepastian hukum dan memenuhi hak dasar untuk warganya. “Panjenengan semua sedang melangkah ke jenjang kehidupan baru. Dengan tercatatnya perkawinan secara resmi, keluarga panjenengan akan memiliki kepastian hukum yang kuat, dan anak-anak nanti akan memiliki identitas yang jelas dalam administrasi kependudukan,” kata Setyo.

Mengapa hal ini penting? Karena dengan tercatatnya perkawinan secara resmi, maka hak dan kewajiban pasangan suami istri, termasuk hak anak-anak mereka, akan terlindungi oleh hukum. “Kita tidak ingin ada warga yang sudah menikah sah secara agama, tetapi belum tercatat di sistem negara. Akibatnya, mereka kesulitan dalam urusan administrasi mulai dari pengurusan KK, perubahan status di KTP, hingga pencatatan kelahiran anak. Maka dari itu, pencatatan perkawinan bukan sekadar formalitas, tetapi wujud tanggung jawab negara dalam melindungi warganya,” imbuh Bupati.

Saya juga menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang tulus kepada seluruh perangkat desa, para Kepala Desa, Ketua RT dan RW, serta lembaga-lembaga desa seperti BPD dan LPM. Mereka adalah garda terdepan pemerintah di tingkat desa. Seringkali masyarakat menanyakan urusan dokumen, mengenai berkas yang perlu dibenahi, atau meminta bantuan mengurus data kependudukan. Di situlah peran perangkat desa menjadi sangat penting, dan tanpa dukungan dan kerja sama dari pemerintah desa, pelayanan Adminduk tidak akan berjalan dengan baik hingga ke lapisan masyarakat paling bawah.

Setyo berharap segenap perangkat desa semakin memahami aturan, prosedur, dan tata cara pencatatan perkawinan dan dokumen kependudukan lainnya, sehingga bisa membantu masyarakat dengan pelayanan yang cepat, tepat, ramah, dan tulus. “Mari sama-sama membangun budaya tertib administrasi kependudukan mulai dari lingkungan keluarga dan desa masing-masing. Mari kita tumbuhkan kesadaran bahwa mengurus dokumen bukan hal yang merepotkan, tetapi bagian dari tanggung jawab kita sebagai warga negara.”

Di Wonogiri, imbuh Setyo, ada pepatah: “Ngurusi sakdurunge perlu, luwih becik tinimbang bingung sawisé perlu.” Artinya, lebih baik menyiapkan segala sesuatu sebelum dibutuhkan, daripada muncul kerepotan setelahnya. Begitu pula dalam urusan dokumen kependudukan lebih baik tertib dari awal, agar tidak repot di kemudian hari.

“Kiranya inovasi ini dapat diimbangi dengan greget atau semangat untuk melengkapi adminduk dari segenap warga masyarakat dan juga Pemerintah desa sehingga terus bersinergi, masyarakat semuanya terdata dengan baik, tanpa ada yang tertinggal.”

Dengan data kependudukan yang lengkap dan akurat, pemerintah bisa menyusun perencanaan yang tepat sasaran untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi, maupun penyaluran bantuan bagi masyarakat.(Pm.)