Jatengpress.com, Wonogiri – Seorang pemuda berinisial AS alias K (21) asal Kecamatan Ngadirojo diamankan aparat Polres Wonogiri. Ia diduga menjadi provokator yang mengajak sejumlah remaja untuk melakukan aksi anarkis di Wonogiri.
Kapolres Wonogiri AKBP Wahyu Sulistyo, S.H., S.I.K., M.P.M., Rabu (3/9/2025) menjelaskan, penangkapan K merupakan hasil pengembangan kasus delapan pelajar SMP hingga SMA/SMK yang sebelumnya diamankan karena terindikasi hendak membuat kerusuhan.
Menurut AKBP Wahyu, tersangka memanfaatkan situasi panas terkait aksi demo yang tengah ramai terjadi di berbagai daerah. Ia kemudian membuat grup WhatsApp bernama Wonogiri Thrift dan mengisinya dengan ujaran kebencian serta ajakan anarkisme.
“Pelaku secara sadar membuat grup, mengundang banyak orang, lalu memprovokasi dan menyebarkan ujaran kebencian yang berisi anarkisme untuk menimbulkan kekacauan terhadap pemerintah maupun aparat,” ujarnya.
Tak berhenti di situ, K juga membuat pamflet ajakan demo di DPRD Wonogiri pada 31 Agustus 2025. Namun, ajakan tersebut disisipi instruksi berbahaya.
“Dalam grup, tersangka menyarankan anggota membawa barang berbahaya seperti gear motor yang dipotong tiga bagian dan diikat tali untuk persiapan menyerang,” ungkap Kapolres.
Wahyu menambahkan, dari delapan remaja yang sebelumnya diamankan, sebagian ternyata ikut tergabung di grup tersebut. Setelah penangkapan, K sempat menghapus pesan dan mengeluarkan anggota grup. Polisi kini masih memburu pelaku lain yang diduga ikut menyebarkan provokasi.
Kapolres juga mengimbau masyarakat agar lebih peduli dan memantau aktivitas keluarga, terutama anak-anak, agar tidak terjerumus dalam kegiatan anarkis.
“Penyampaian aspirasi boleh, ada aturannya. Membawa spanduk atau pengeras suara sah-sah saja. Tetapi kalau sudah menyarankan membawa bom molotov atau gear motor, itu jelas bukan aspirasi, melainkan mengarah pada anarkisme,” tegas Wahyu.
Atas perbuatannya, K dijerat Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU ITE Nomor 11 Tahun 2008, atau Pasal 160 KUHPidana dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara. (Pm)