Meriah, Tradisi Saparan Sedekah Bumi Di Desa Soroyudan

Jatengpress.com, Mungkid – Bupati Magelang Grengseng Pamuji menghadiri tradisi Saparan “Sedekah Bumi” di Desa Soroyudan, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Kamis (21/08/2025). Bersama bupati, ada anggota DPRD Jawa Tengah Endrianingsih Yuanita dan jajaran Forkopincam Tegalrejo.

Rombongan bupati langsung disambut meriah oleh iring-iringan pasukan bergodo dari Desa Soroyudan hingga menuju lokasi acara di Balai Desa Soroyudan.

Menurut Grengseng, tradisi saparan sedekah bumi bukan sekadar ritual tahunan. Lebih dari itu merupakan tradisi sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkah yang telah dilimpahkan, terutama hasil bumi.

Tradisi seperti ini menjadi cermin kerukunan, gotong royong, dan semangat kebersamaan yang dijaga turun-temurun oleh para leluhur di Soroyudan. Momen ini membuat rasa bangga karena di tengah gempuran modernisasi tetapi nilai-nilai budaya tetap dipertahankan.

“Tradisi ini adalah identitas kita, kekayaan kita, yang harus terus kita jaga dan wariskan kepada generasi mendatang. Dengan melestarikan budaya, kita tidak hanya menjaga warisan leluhur, tetapi juga memperkuat persatuan dan kesatuan di antara kita,” kata Grengseng.

Terkait itu, lanjut Grengseng, Pemerintah Kabupaten (Pemab) Magelang mendukung dan mengapresiasi setiap inisiatif masyarakat dalam menjaga kearifan lokal. Dia meminta, tradisi Saparan Sedekah Bumi terus dipertahankan dan dilestarikan untuk mempererat tali silaturrahmi.

Selain budaya, menurut bupati, kelestarian lingkungan juga harus tetap dijaga. Salah satunya sumber mata air yang kian habis. Melihat kebutuhan air di Soroyudan sangat vital bagi pengairan lahan persawahan petani yang berimplikasi kepada ketahanan pangan di masa mendatang.

Hari ini kelestarian lingkungan terutama keberadaan mata air sangat penting. Sebagian besar digunakan untuk pengairan sawah. Apabila ketersediaan air bersih semakin menipis, akan berakibat buruk bagi hasil pertanian.

“Sekali lagi saya menekankan agar kelestarian mata air ini dapat terus dijaga. Caranya bagaimana, ya jangan menebangi pohon-pohon yang berfungsi untuk menyerap persediaan air, terutama air tadah hujan,” tegas Grengseng.

Selain itu, ia juga terus mendorong terkait dengan gambaran desa secara konkret melalui data desa, salah satunya dengan mensukseskan pendataan VDK yang dilakukan oleh ASN baru-baru ini.

Melalui data tersebut, Grengseng berharap bisa mengetahui kebutuhan masing-masing desa di seluruh Kabupaten Magelang. Misal, data anak yang tidak sekolah, warga yang membutuhkan rumah tidak layak huni (RTLH) dan sebagainya, sehingga ini bisa menjadi pertimbangan pemerintah dalam mengambil kebijakan yang lebih tepat sasaran.

Sementara itu, Kepala Desa Soroyudan, Sahudi, menyampaikan tradisi Saparan telah dilakukan secara turun temurun sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat atas hasil bumi yang melimpah. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk melestarikan kesenian dan kebudayaan.

Dia melaporkan, sebagian besar warga Desa Soroyudan bermata pencaharian sebagai petani. Namun, ada beberapa kendala yang seringkali membuat para petani mengalami kesulitan, salah satunya adalah masalah pengairan.

“Dalam hal ini kami memohon bantuan agar diberi alat atau mesin tenaga surya yang bisa membantu untuk memompa air sehingga lahan pertanian bisa terairi dengan baik,” pintanya. (TB)