SUASANA aula Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) An-Nuur Kabupaten Magelang Kamis (10/07), tidak seperti biasanya. Di sana, dari pagi hingga siang, sudah kumpul puluhan anak usia balita hingga sekolah dasar terlihat sedang mengaji, di bawah asuhan beberapa ustad.
Raut wajah anak-anak tersebut tampak begitu ceria. Tidak ada kesan tertekan. Secara bergantian, mereka menghadap guru yang mengajar. Sambil menunggu giliran, mereka saling bercengkerama dengan sesama.
Melihat gerakannya, mereka bukan santri biasa. Karena guru dan muridnya sama-sama menggunakan bahasa isyarat tangan dan bibir. Ternyata, mereka adalah anak-anak penyandang tuna rungu yang mengikuti pembelajaran (baca) Al-Quran isyarat di Yayasan Pendidikan Tuli Magelang (YPTM).
Ketua YPTM, Muhammad Beni Sasongko, mengatakan, yayasan yang dikelolanya mulai mengajar santri tuna rungu sejak 2019, dan resmi berbadan hukum pada 2020. Metode pembelajaran yang diterapkan, dirancang khusus agar ramah disabilitas, yang salah satunya dengan penggunaan harakat sebagai pembeda unik di tingkat global.
“Awalnya kami hanya mengajar lima santri, itu pun dilaksanakan dari rumah ke rumah. Alhamdulillah, dalam perjalan waktu, sekarang sudah ada 50 santri dan delapan pengajar. Salah satu pengajar kami bahkan masuk dalam tim penyusun Mushaf Isyarat Al-Qur’an,” jelas Beni.
Dia berharap, program ini mampu meningkatkan pemahaman santri terhadap huruf hijaiyah, baik dari segi bentuk tulisan maupun maknanya.
Menurut Sekretaris YPTM, Nurmadyo Wibowo, pihaknya mendapat bantuan dari Badan Amin Zakat Nasional (Baznas) RI senilai Rp 50 juta. Bantuan diserahkan oleh Ketua Baznas RI, Noor Achmad, di Rumah Marhaba, Dusun Semawung, Desa Sedayu, Kecamatan Muntilan, pada 31 Mei 2025 lalu.
Bantuan ini mencakup pembelian perangkat pembelajaran, biaya operasional, serta penunjang pendidikan selama satu tahun bagi santri tuli. Pembelajaran di rumah Marhaba dilaksanakan setiap hari Sabtu atau Minggu.
“Yang ikut mengaji di Rumah Marhaba sebanyak 50 anak. Selain dari Magelang, Sebagian datang dari Salatiga, Temanggung dan Purworejo. Yang rutin datang anak-anak Magelang, karena lokasinya lebih dekat,” kata Rima Oky, staf YPTM.
Salah satu orangtua santri, Aprilia, mengaku bersukur atas hadirnya yayasan ini. Karena, menurut dia, anaknya yang penyandang disabilitas tuli kini dapat belajar mengaji secara lebih efektif.
“Alhamdulillah, anak saya akhirnya mendapat akses belajar yang sesuai. Di TPA desa, dia sempat kesulitan mengikuti pembelajaran,” ungkapnya.
Dengan hadirnya dukungan dari Baznas RI dan semangat kolaborasi berbagai pihak, YPTM kini menjadi simbol penting pendidikan keagamaan inklusif di Kabupaten Magelang. (TB)