Pagelaran Mini Show Sabang-Merauke Mahakarya Borobudur Menakjubkan

Jatengpress.com, Borobudur – Pentas Mahakarya Borobudur berupa mini show pagelaran Sabang-Meraoke yang digelar di Taman Lumbini kompleks Candi Borobudur, Selasa (30/12/2025) malam, terbilang sukses.

Pentas di puncak acara spesial akhir tahun 2025 tersebut selaras dengan prinsip pariwisata berkualitas yang mampu menciptakan pengalaman tak terlupakan sekaligus meninggalkan cerita nan penuh makna.

Mini show bertajuk ; “hanya Indonesia yang punya” itu mampu menghadirkan kebersamaan hangat para pengunjung yang menyaksikan. Satu pertunjukan seni budaya yang benar-benar dapat dinikmati oleh lintas generasi.

“Ini pertunjukan luar biasa.” 

Ucapan itu terlontar dari bibir Ripno (59), warga Sendangmulyo, Semarang, usai pertunjukan.

Pria itu sengaja menyempatkan diri datang dari Kota Lumpia bersama isteri dan anaknya untuk dapat menyaksikan event langka tersebut. 

Menurut dia, ada rasa nasionalisme yang kuat dalam pagelaran seni kolosal itu. Karena menampilkan seni budaya berbagai daerah di tanah air, dari bumi “Serambi Mekkah” hingga daratan “Cinderawasih”.

Ripno menilai, pagelaran itu menjadi cermin yang baik bagaimana menjaga jiwa kesatuan dan persatuan dalam keberagaman suku, bahasa, budaya di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pertunjukan mini show itu melibatkan 90 seniman, termasuk artis-artis seperti Yura Yunita, Mirabeth Sonia, Christin Tambunan, Alshad Nababan dan Roland Rogers. 

Pentas itu merajut kekayaan seni tari, musuk dan wastra dari ujung Barat hingga bagian Timur Indonesia. Suatu entertainer kolosal yang menghipnotis ratusan pasang mata.

Dari target yang dicanangkan seribu orang, dan wisatawan yang hadir menonton mencapai 90 persen, termasuk tamu undangan. 

“Hal ini menegaskan pesan persatuan dalam keberagaman berlatar belakang kemegahan Candi Borobudur,” tutur Rusmedie Agus, sang direktor pagelaran.

Pagelaran terbagai dalam 3 episode. Diawali Tari Saman, tarian tradisional khas Suku Gayo dari Aceh yang terkenal dengan gerakan serempak, dinamis, dan kompak, sering disebut “tarian seribu tangan” karena gerakan tepuk tangan dan dada yang harmonis tanpa alat musik.

Disusul Tari Tor-tor, tarian tradisional suku Batak di Sumateea Utara yang kaya makna spiritual dan budaya. Lalu Tari Lilin dari Sumatera Selatan yang dipadu dengan kisah Malin Kundang dari Minangkabau, yang termasyur.

Episode kedua, menampilkan tarian khas Betawi yang dipadu Jaipongan dari tanah Pasundan, Jawa Barat. Disambung tari Gandrung Banyuwangi (Jawa Timur) dengan kostum hampir mirip penari Bali.

Tak kalah menarik setelah itu adalah hadirnya tarian kas Ponorogo. Yakni, dua penari dengan Dadak Merak-nya (topeng yang digunakan dalam tarian Reog), serta pasukan Pentul dan para Warok.

Episode berikutnya, dan tidak kalah menakjubkan adalah ditampilkannya serangkaian tarian khas bumi Borneo hingga Papua.

Gistang Panutur, Direktur Komersial InJourney Destination Management (IDM), merasa puas dengan performen para seniman dari iforte tersebut. 

Dia pun cukup bangga. Meski dengan persiapan relatif singkat, cuma 3 bulan, pertunjukan itu bisa menyedot hampir seribu orang penonton.

Menurut dua, tari kolosal Mahakarya Borobudur Sabang-Meraoke “hanya Indonesia yang punya” bisa menjadi ikon budaya di Indonesia ke depan.

“Sebenarnya tarian (Sabang-Meraoke) itu sudah ada dan kami menjalin kerja sama dengan iForte untuk menyajikan pagelaran itu,” ujarnya.

Gistang menyebut, pagelaran malam itu amat relevan dengan keberadaan Candi Borobudur yang bukan sekadar menjadi pusat spiritual dan pariwisata, namun juga sarat dengan budaya.

“Kami murni ingin menyajikan pagelaran ini sebagai budaya asli Indonesia, yang tetap eksis, manis dan relevan disajikan di sini. Harapan kami, masyarakat bisa menikmatinya. Budaya Indonesia tetap menjadi ikon yang patut kita banggakan dan kita lestarikan,” tukasnya. (TB)