Jatengpress.com, Semarang-Seorang musisi asal Belanda berkesempatan mendalami seni tradisional Jawa, khususnya gamelan dan wayang kulit, di Sanggar Seni Teater Lingkar Semarang, Selasa (09/09/2025). Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian agendanya selama berada di Indonesia.
Sebelumnya, pada Minggu lalu ia tampil bersama band di Festival Kota Lama Semarang. Setelah itu, ia mengikuti workshop karawitan di Solo, kemudian berlatih gamelan di Teater Lingkar, dilanjutkan dengan workshop musik di Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang. Esok hari, ia dijadwalkan tampil di Jakarta sebelum kembali ke Belanda.
Pengasuh Sanggar Seni Teater Lingkar Semarang, Sari, menyampaikan rasa bangga bisa menjadi tuan rumah yang baik. Menurutnya, Teater Lingkar bersama kelompok karawitan Sindhu Laras terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar maupun sekadar mencoba memainkan gamelan, wayang kulit, atau nembang Jawa.
“Kami senang bisa memfasilitasi siapa pun yang tertarik. Bukan hanya musisi luar negeri, masyarakat lokal pun bisa datang untuk merasakan pengalaman belajar gamelan, wayang, maupun tembang Jawa,” katanya.
Dalam kunjungan tersebut, sang musisi juga ditemani Bob Wardhana dari Kedutaan Besar Indonesia. Bob mengaku antusias mengikuti latihan gamelan meski waktunya terbatas. Ia menilai pengajaran yang diberikan sangat runtut, sehingga dalam waktu tiga jam saja mereka sudah mampu memainkan tiga lagu sekaligus menyanyikannya.
“Lagu Lingsir Wengi, Suwe Ora Jamu, dan Tul Jaenak bisa dimainkan dengan baik. Ini pengalaman berharga,” tutur Bob.
Sementara itu, Ketua Teater Lingkar Semarang, Sindhunata Gesit, menegaskan bahwa pelestarian budaya Jawa harus terus dilakukan dengan cara-cara kreatif dan dekat dengan generasi muda.
“Saya tidak menolak hadirnya budaya luar karena kesenangan tidak bisa dipaksa. Tetapi tradisi warisan bangsa seperti gamelan, ketoprak, atau wayang orang harus tetap dijaga dan ditonton. Saya sering melakukan riset tentang kesenian yang diminati anak muda, lalu mengkolaborasikannya dalam pertunjukan wayang kulit agar lebih luwes,” jelasnya.
Menurut Sindhu, seni tidak mengenal benar atau salah. Kolaborasi dan pembaruan justru bisa membuat kesenian tradisional lebih diterima oleh masyarakat dari berbagai kalangan dan usia, termasuk generasi muda. (AY)