Jatengpress.com,Purworejo-Ribuan warga Desa Sukowuwuh, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Selasa (26/8/2025) malam, larut dalam suasana meriah saat menyaksikan pagelaran wayang kulit spektakuler. Acara ini menjadi penutup rangkaian peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia sekaligus tradisi dua tahunan merti desa yang senantiasa dinantikan masyarakat.
Sejak sore, warga dari berbagai dusun maupuan tetangga desa mulai berdatangan ke lokasi acara. Lapangan desa dipadati kendaraan, sementara balai desa dan halaman sekitar penuh sesak oleh penonton yang ingin menikmati tontonan budaya warisan leluhur tersebut.
Kemeriahan malam puncak dihadiri sejumlah pejabat daerah. Bupati Purworejo diwakili oleh Kepala Dinas Sosial Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsosdaldukkb), Ahmat Jainudin, S.IP., MM. Hadir pula Wakil Ketua DPRD Purworejo, Rochman, S.Sos., unsur Forkompincam Kecamatan Bener, Kepala Desa Palanggedang, Direktur Perumda Air Minum Tirta Perwitasari Purworejo, Hermawan Wahyu Utomo, ST., M.Si., serta tokoh masyarakat dan tamu undangan lainnya.
Kehadiran mereka menambah khidmat sekaligus menunjukkan dukungan terhadap upaya pelestarian tradisi merti desa yang hingga kini tetap terjaga.
Kepala Desa Sukowuwuh, Muh Khamim, S.Sos., menjelaskan bahwa merti desa merupakan tradisi turun-temurun yang digelar setiap dua tahun sekali. Acara ini menjadi sarana ungkapan syukur warga atas kesehatan, hasil panen, dan rezeki yang diberikan Allah SWT.
“Tujuannya adalah sebagai wujud syukur atas kenikmatan yang sudah diterima, baik kesehatan, hasil pertanian, maupun rezeki lainnya,” jelas Khamim.
Khamim menuturkan, rangkaian kegiatan telah dimulai sejak 9 Agustus dengan turnamen voli antar dusun, lomba anak-anak dan ibu-ibu, ziarah ke makam sesepuh desa, doa bersama, tasyakuran, hingga pentas hadroh. Seluruh kegiatan mendapat antusiasme tinggi dari masyarakat.
“Tahun lalu puncak acara diisi shalawatan, tahun ini wayangan. Harapannya, generasi muda yang senang shalawatan bisa terwadahi, begitu pula generasi tua yang gemar wayangan. Semua bisa menikmati dan merasa memiliki,” tambahnya.
Selain sebagai tradisi, merti desa juga diyakini memiliki nilai sosial yang penting.
“Kegiatan ini mempererat rasa kebersamaan, persaudaraan, dan gotong royong antarwarga. Itu nilai utama yang ingin terus kita jaga,” tegas Khamim.
Sebagai puncak malam merti desa, ditampilkan pagelaran wayang kulit dengan dalang kondang Ki Sunarpo Guno Prayitno dari Grabag. Membawakan lakon Wahyu Panca Tunggal, sang dalang berhasil menghipnotis ribuan penonton hingga larut malam.
Lakon tersebut dipilih karena sarat pesan moral tentang persatuan dan kesatuan. Nilai-nilai itu dinilai sangat relevan dengan semangat masyarakat Sukowuwuh yang bertekad menjaga keguyuban dan kerukunan dalam membangun desa.
“Semoga dengan kegiatan seperti ini, Desa Sukowuwuh semakin solid, semakin maju, dan semua bisa nyengkuyung bersama-sama dalam setiap kegiatan,” harap Khamim.
Wakil Ketua DPRD Purworejo, Rochman, S.Sos., menekankan pentingnya melestarikan merti desa sebagai bagian dari identitas masyarakat Purworejo.
“Merti desa sudah menjadi budaya dan warisan leluhur yang harus terus dijaga. Ini bukan hanya hiburan, tetapi bentuk penghormatan kepada nenek moyang sekaligus sarana mempererat kebersamaan,” jelasnya.
Rochman berharap, masyarakat Sukowuwuh tetap menjaga semangat keguyuban dan kebersamaan. “Kami berharap masyarakat Desa Sukowuwuh tetap guyup rukun dan manunggal roso dalam membangun desa,” ungkapnya.
Sementara itu, Bupati Purworejo melalui sambutan yang dibacakan Ahmat Jainudin memberikan apresiasi atas terselenggaranya acara tersebut.
“Pagelaran wayang kulit bukan sekadar hiburan, melainkan juga sarana pendidikan moral dan budaya. Wayang mengandung nilai-nilai luhur yang dapat dijadikan tuntunan hidup, seperti kebijaksanaan, budi pekerti, dan penguatan karakter, khususnya bagi generasi muda,” katanya.
Pemerintah Kabupaten Purworejo, lanjutnya, berkomitmen mendukung pelestarian budaya yang digagas masyarakat maupun pemerintah desa. Hal ini sejalan dengan misi RPJMD untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang kompeten, produktif, berbudaya, serta membangun masyarakat yang sehat, rukun, dan sejahtera.
“Mari kita jadikan momentum ini untuk mempererat persatuan, kebersamaan, sekaligus melestarikan tradisi budaya yang menjadi identitas dan kebanggaan kita bersama,” tandasnya.
Pagelaran wayang kulit dalam merti Desa Sukowuwuh tahun ini tak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga simbol kebanggaan warga terhadap budaya leluhur yang masih hidup hingga kini. Filosofi yang terkandung dalam lakon Wahyu Panca Tunggal menjadi pengingat bahwa persatuan adalah kunci untuk mewujudkan desa yang semakin maju dan harmonis. (AY)