Jatengpress.com, Purworejo – Warga Desa Hulosobo, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, memiliki tradisi merti desa. Setiap Bulan Rajab, sebelum Bulan Ramadan, mereka mengadakan merti desa atau ada pula yang menyebut bersih desa, sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selain itu, merti desa juga sebagai simbol terima kasih warga kepada leluhur mereka, khususnya Eyang Panembahan Sangke yang telah membuka (mendirikan) Desa Hulosobo.
Kepala Desa Hulosobo, Bangun Tri Utomo menerangkan bahwa, merti desa di tempatnya, dilaksanakan tiap Bulan Rajab dengan memilih hari, Sabtu Kliwon. Jika dalam bulan tersebut tak ada Hari Sabtu Kliwon, maka akan dipilih tanggal 17 atau tanggal 27 Rajab.
“Merti Desa dilaksanakan selama 3 hari, malam Jumat (Kamis malam, 16/01), diadakan pengajian seluruh warga dan tamu undangan. Kemudian Jumat malam, warga melaksanakan ziarah kubur ke makam pendiri desa dilanjutkan tirakatan,” tutur Bangun, usai acara kirab, Sabtu (18/01/2024).
Kegiatan hari ini (hari terakhir), tambah Bangun, warga mengadakan kirab budaya. Pada batis pertama adalah pembawa Bendera Merah Putih sebagai lambang NKRI, disusul pembawa Bendera (umbul-umbul) Desa Hulosobo yang bernama Bendera Tunggul Wulung.

Setelah barisan pembawa bendera, ada warga yang membawa dundang atau jodang atau jolen (kotak besar terbuat dari kayu) berisi makanan dan hasil bumi, khususnya buah-buahan yang ada di Hulosobo. Dalam setiap dundang ada ingkung, kue basah, sayur, lauk serta buah manggis, rambutan, salak serta tak ketinggalan durian.
“Kirab mulai dari pendopo ke Balai Desa Hulosobo yang berjarak kurang lebih 700 meter. Sesampai di balai desa, kemudian didoakan bersama. Usai doa, warga melakukan santap bersama, semua makanan yang ada di dalam dundang. Tahun ini ada 15 dundang yang berasal dari tiap RT satu dundang, dari Pemdes (1) dan dari Kades (1),” katanya.
Yang membuat unik dan lain dari yang lain, makanan disajikan menggunakan panjang ilang, bukan piring. Panjang ilang terbuat dari janur (daun kelapa) berjumlah ganjil (5, 7, 11 tergantung besar kecilnya) dianyam sehingga membentuk piring buah atau keranjang hantaran yang unik.
Bangun menjelaskan, panjang ilang dipakai oleh pihak keraton untuk mengirim makanan bagi para prajurit yang sedang latihan atau bertugas.
“Kami ingin melestarikan panjang ilang sebagai lambang (keturunan) Prajurit Pangeran Diponegoro. Panjang Ilang juga mengandung filosofi, Desa Hulosobo terwujud dengan proses yang panjang (lama), berliku dan perjuangan yang berat. Maka, jangan sampai hilang (ilang) sejarah dan budaya itu,” kata Bangun.
Tema merti desa tahun ini adalah ‘Jinantur Syukur ing Ngawiyat Anggayuh Palimarmaning Gusti’. Arti kata jinantur adalah rangkaian kata indah sebagai ungkapan rasa syukur yang diunggah ke langit.
Anggayuh, artinya memohon ridha Allah SWT. Karena dalam merti desa ini semua warga berpartisipasi, mereka berharap semua mendapat ridha dari Allah SWT, bisa hidup adem, ayem, tenteram dan lancar rejeki.
Acara puncak merti desa adalah pagelaran wayang kulit yabg digelar dua kali dengan dua dalang dan lakon yang berbeda. Untuk wayangan siang, dalang Ki Sarjono dengan lakon Betari Sri. Kemudian wayang kulit malam menghadirkan dalang Ki Gunawan Hadi Widodo. NING