Jatengpress.com, Karanganyar-Reposisi Tulang Sendi (RTS) Indonesia bersama Asosiasi Terapis Ahli menggelar Pelatihan Nasional Terapi Leluhur di ruang OR DPRD Karanganyar pada Kamis (4/12). Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk mengangkat kembali warisan pengetahuan pengobatan tradisional Jawa yang dinilai telah berkembang sejak ribuan tahun lalu.
Pembina RTS Indonesia, Toni Hatmoko, menegaskan bahwa pelatihan ini bertujuan mengembalikan perhatian masyarakat terhadap metode pengobatan asli Nusantara yang selama ini kurang mendapat tempat. “Pelatihan ini kami gelar sebagai upaya memperkenalkan kembali ilmu terapi warisan leluhur. Banyak metode pengobatan yang kita kenal dari luar, padahal teknik serupa sudah ditemukan oleh para empu di Jawa sejak ribuan tahun sebelum Masehi,” ujarnya.
Toni menjelaskan bahwa ilmu terapi tersebut diperkirakan telah berkembang sekitar 5.000 tahun sebelum Masehi. Pengetahuan itu kemudian disusun kembali oleh seorang empu bernama Eyang Bagawanta Babasa Among Babasa pada akhir abad ke-2 atau awal abad ke-3 Masehi. Menurutnya, keberadaan naskah-naskah tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Jawa memiliki tradisi penyembuhan yang sangat maju dan terdokumentasi dengan baik.
Ia juga menyoroti beberapa teknik yang sering kali dianggap berasal dari luar negeri, ternyata sudah dikenal di Jawa jauh lebih awal. “Akupuntur yang dikenal sebagai TCM dari China sebenarnya sudah punya padanan di Jawa dengan nama Palana. Begitu juga teknik pijat urut atau Pasdu yang dianggap berasal dari luar, padahal di Jawa sejak dulu sudah ada metode Mantana,” jelas Toni.
Ia berharap generasi muda dan para terapis dapat kembali mempelajari serta melestarikan ilmu tersebut agar tidak hilang ditelan zaman.
Untuk memperkuat landasan sejarah, RTS Indonesia bekerja sama dengan Perpustakaan Leiden di Belanda guna menelusuri dan mengkaji naskah-naskah kuno yang memuat pengetahuan terapi leluhur Jawa. Kerja sama ini diharapkan dapat membuka akses lebih luas terhadap referensi akademis dan memastikan bahwa teknik-teknik tersebut memiliki dokumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Antusiasme peserta terlihat sangat tinggi. Jumlah peserta luring dibatasi hanya 50 orang, sementara peserta daring mencapai ratusan. Pelatihan kali ini menjadi sesi offline perdana setelah dua sesi sebelumnya digelar secara daring dengan jumlah peserta antara 200 hingga 250 orang pada tiap sesi.
Salah satu terapis senior sekaligus alumni RTS Indonesia, Muahman atau yang akrab disapa Mbah Man dari Borobudur, Magelang, menyampaikan bahwa ilmu Among Babasa sangat relevan untuk dipelajari dan diterapkan dalam praktik sehari-hari.
“Ilmu ini bukan hanya warisan budaya, tetapi juga sarana untuk menolong sesama. Selama saya mempraktikkannya, banyak masyarakat yang terbantu, dan itu menjadi motivasi tersendiri,” ujarnya.
Ia berharap semakin banyak terapis muda yang tertarik mempelajari terapi leluhur ini sehingga tradisi penyembuhan Jawa dapat terus hidup dan berkembang di tengah masyarakat. Menurutnya, pelatihan semacam ini sangat penting untuk menjaga kesinambungan ilmu serta memperluas jangkauan manfaatnya bagi publik. (Abdul Alim)





