Jatengpress.com, Karanganyar— Ketua DPD II Partai Golkar Karanganyar, Ilyas Akbar Almadani, menegaskan bahwa partainya siap melanjutkan nilai-nilai pembangunan yang diwariskan Presiden ke-2 RI, Soeharto, seiring penetapan resmi tokoh Orde Baru itu sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah.
Hal tersebut disampaikan Ilyas usai memimpin ziarah ke makam Soeharto di Astana Giribangun (AGB) Matesih, Rabu (19/11). Ia bersama jajaran pengurus, anggota Fraksi Golkar DPRD, hingga kader tingkat desa melakukannya dalam rangkaian HUT ke-61 Partai Golkar.

“Kita bersyukur atas gelar ini. Mau tidak mau negara mengakui fakta bahwa Pak Harto sebagai pahlawan. Beliau pernah berjasa. Prosesnya panjang, digodok berkali-kali bahkan puluh-puluh tahun,” kata Ilyas.
Ilyas menegaskan bahwa Golkar tidak sekadar melakukan penghormatan, tetapi ingin mengambil kembali “DNA pembangunan” ala Soeharto, khususnya prinsip Trilogi Pembangunan: stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan pembangunan nasional.
“Gimana caranya Karanganyar pembangunannya tambah maju, stabilitas politiknya bagus, pertumbuhan ekonominya bisa meningkat terus. Itu yang harus kita kerjakan ke depan,” ujarnya.
Ia menambahkan, fokus kerja Golkar Karanganyar lima tahun mendatang adalah memperkuat kolaborasi dengan pemerintah daerah untuk menekan angka kemiskinan dan pengangguran.
“Terutama angka kemiskinan bisa turun, angka pengangguran juga turun. Itu yang harus kita kerjakan ke depan Partai Golkar,” tegasnya.

Di luar kapasitas politik, Ilyas menyampaikan penilaiannya terhadap karakter Soeharto. Menurutnya, presiden kedua RI itu dikenal sebagai sosok yang sabar dan sangat “Jawa”.
“Pak Harto itu sosok yang sabar, hatinya lapang, jembar. Beliau penyayang terhadap alam dan generasi penerus,” ucapnya.
Ilyas menjelaskan bahwa salah satu ciri kepemimpinan Soeharto adalah kestabilan sikap dan emosi.
“Bahkan sulit menerka beliau sedang marah atau senang. Sabar beliau itu luar biasa,” imbuhnya.
Terkait masih adanya kelompok yang menolak gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto, Ilyas menilai hal itu adalah bagian dari ruang demokrasi.
“Kalau kontra itu wajar. Tidak mungkin sebuah kebijakan negara bisa memuaskan semua pihak,” katanya.

Namun ia mengingatkan bahwa keputusan negara yang melalui proses panjang semestinya dihargai.
“Yang kontra sah-sah saja berpendapat, tapi jangan mengabaikan fakta yang ada,” pungkasnya. (Abdul Alim)






