Teknologi AI Membantu Tugas, tapi Tak Bisa Gantikan Jurnalis

Jatengpress.com, Semarang – Teknologi terus bergerak cepat, membawa dampak di berbagai sisi kehidupan manusia, termasuk bagi dunia jurnalistik.

Salah satu perkembangan teknologi yang saat ini sedang banyak digandrungi adalah artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.

Di bidang jurnalistik, teknologi AI sangat membantu jurnalis dalam mengumpulkan data dan informasi.

Namun, jika mengambil data dari AI, jurnalis tidak boleh begitu saja secara mentah-mentah menjadikan informasi ini sebagai masukan dan bahan berita. Jurnalis tetap harus melangkahkan kaki untuk melakukan verifikasi di lapangan.

Nanang Junaedi, wartawan senior yang juga trainer dari Publisiana mengungkapkan hal tersebut, pada pelatihan jurnalistik Sharing With Media yang digelar Telkom Regional III di Semarang, Kamis (2/10/2025).

Pelatihan bertema “Transformasi Telkom untuk Bangsa, Bersama Media Wujudkan Indonesia Terkoneksi” diikuti puluhan jurnalis merupakan kerjasama PT Telkom dengan Publisiana, menghadirkan narasumber sejumlah wartawan senior yaitu Wicaksono, Rustam Fachri Mandayun, Imam Wahyudi, M Taufiqurohman, dan Nanang Junaedi.

Lebih lanjut Nanang mengungkapkan, hasil sajian data dari AI tetap harus diedit sesuai gaya redaksi.

“Setiap media punya tone of voice sendiri. Jurnalis harus menjaga orisinalitas berita sesuai karakter medianya. Oleh karena itu wartawan harus mengedit hasil AI agar sesuai dengan karakter medianya.

Sementara itu, Wicaksono mengungkapkan, media harus menjadi bunglon, yaitu harus berubah mengikuti perkembangan zaman.

Namun ada yang harus tetap dipertahankan dan tidak boleh berubah, yaitu bekerja sesuai kode etik jurnalistik.

Berbagai macam teknologi termasuk AI memberikan informasi, demikian juga informasi di media sosial.

Dahulu jurnalis mencari berita, kini berita datang sendiri. Dulu mencari informasi, tapi kini informasi datang sendiri. Link dari teman, dari medsos, info-info datang sendiri tanpa nelalui langganan.

SAMPAIKAN MATERI : Staf Ahli Menteri Komunikasi Digital dan Informasi, Wicaksono (kiri) dan Ahli Pers Dewan Pers, Rustam Fachri Mandayun (kanan) saat menyampaikan materi dalam forum zsharing With Media yang digelar PT Telkom Regional III Semarang bekerja sama dengan Publisiana, di ruangbBorobudir PT Telkom Regional III Semarang, Jalan Pahlawan, Kamis (2/10/2025). Foto : Sucipto

Medsos menjadi kanal utama komunikasi publik. Namun ada tantangan disini, yaitu hoaks, diksi, dan perang narasi.

“Di sinilah jurnalis harus mempertahankan idealisme, bekerja sesuai kode etik, Bagaimana menjaga marwah jurnalisme, bukan terhanyut oleh media sosial,” tandas Wicaksono yang akrab disapa Ndoro Kakung.

Staf Ahli Menteri Komdigi ini juga menandaskan, media dan jurnalis profesional seharusnya menjadi clearing house atas informasi-informasi yang ada, termasuk atas informasi di media sosial.

“Yang tidak boleh berubah adalah kode etiknya. Teknologi termasuk AI harus dipakai dengan batas-batas tertentu,” tandas Wicaksono.

Bahkan dia menandaskan bahwa media massa tempat mencari berita, sedangkan media sosial tempat mencari cerita.

Artinya, media massa harus menyajikan berita yang faktual, terverifikasi, dan bisa dipertanggungjawabkan sesuai dengan kaidah jurbalistik. Berbeda dengan media sosial.

Di sisi lain, Imam Wahyudi berpesan, agar para jurnalis menjadikan jurnalisme untuk mengabdi kepada masyarakat dengan idealisme.

*Adalah tugas wartawan untuk memodifikasi karyanya agar benar-benar menjadi sumber informasi yang benar, akurat dan tepat sasaran,” tandas Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) periode 2006-2012.

Imam Wahyudi menegaskan tugas wartawanlah untuk memodifikasi tulisan jurnalistik benar-benar menjadi sumber informasi yang benar, akurat dan tepat sasaran.

Ahli Pers Dewan Pers, Rustam Fachri Mandayun pada forum tersebut menekankan untuk menjadi jurnalis profesional, wartawan harus berpegang kepada kode etik jurnalistik, di antaranya menjaga independensi, akurat, berimbang, dan selalu beritikad baik.

Rustam yang juga mantan anggota Pokja Komisi Pengaduan Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etik Dewan Pers menekankan agar jurnalis tidak pernah meninggalkan etika dalam peliputan dan pembuatan berita, termasuk menyangkut menyamarkan identitas korban dan anak di bawah umur pada suatu kasus yang diliput.

Sementara itu, wartawan senior Taufiqurrohman mengungkapkan prinsip jurnalis adalah mencari kebenaran melalui kedisiplinan melakukan verifikasi atas data yang diperoleh.

Satu hal yang tak boleh ditinggalkan oleh seorang jurnalis adalah mendengarkan hati nurani dalam setiap peliputan dan pembuatan berita.

Forum sharing with media yang digelar di Ruang Borobudur Telkom Regional III tersebut berlangsung dinamis. Wartawan antusias bertanya dan menanggapi mareri dari para narasumber, termasuk terlibat dialog hangat dengan Komisaris PT Telkom, Rizal Mallarangeng yang hadir di penghujung akhir acara. (CIP)