Jatengpress.com, Sukoharjo— Sebuah perkara sengketa asal usul anak tengah bergulir di Pengadilan Agama (PA) Sukoharjo, Jawa Tengah. Perkara ini menyita perhatian publik karena diwarnai dugaan praktik poliandri oleh seorang perempuan berinisial RS, yang menjadi tergugat dalam perkara tersebut. RS diketahui merupakan istri dari almarhum SK, warga pendatang yang semasa hidupnya berdomisili di Sukoharjo.
Gugatan diajukan oleh pihak keluarga almarhum SK, yang meminta PA Sukoharjo membatalkan penetapan asal usul anak yang sebelumnya telah dikeluarkan oleh pengadilan yang sama. Dalam penetapan tersebut, dua anak RS dinyatakan sebagai hasil dari perkawinannya dengan SK. Namun, keluarga besar SK menolak keabsahan nasab anak tersebut dengan dalih RS belum sah bercerai dari suami pertamanya saat anak-anak itu dilahirkan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, RS berasal dari Lampung, sementara almarhum SK berasal dari Yogyakarta. Keduanya diketahui mulai tinggal di Sukoharjo pada sekitar tahun 2018.
Permasalahan bermula dari Penetapan Asal Usul Anak Nomor 16/Pdt.P/2023/PA.Skh yang dikeluarkan oleh PA Sukoharjo pada tanggal 2 Februari 2023. Dalam dokumen itu disebutkan bahwa RS memiliki dua anak dari hasil perkawinan dengan SK. Anak-anak tersebut lahir pada tahun 2014.
Penetapan tersebut kemudian digunakan oleh RS untuk mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap keluarga besar SK. Namun, pihak keluarga SK menilai bahwa dasar hukum penetapan itu cacat, dan sebaliknya mengajukan gugatan pembatalan penetapan nasab ke PA Sukoharjo.
Dalam dalil gugatannya, keluarga SK menyebut bahwa RS masih berstatus sebagai istri sah dari suami pertamanya ketika melahirkan anak-anak tersebut. Perceraian dengan suami pertama baru terjadi pada tahun 2016, sedangkan pernikahan resmi antara RS dan SK baru berlangsung pada tahun 2017. Dengan demikian, mereka menduga terjadi praktik poliandri, yakni RS menjalani hubungan dengan SK selagi masih terikat pernikahan dengan pria lain.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Agama Sukoharjo, perkara ini telah disidangkan sebanyak 12 kali. Majelis hakim yang memimpin sidang terdiri dari Arif Hidayat sebagai Ketua Majelis, serta Burhanudin Manilet dan Syafi’il Anam sebagai hakim anggota.
Kuasa hukum pihak penggugat, Sapto Nugroho Wusono, S.H., M.H., menyatakan bahwa kliennya meminta pembatalan penetapan asal usul anak tersebut berikut seluruh akibat hukumnya, termasuk hak-hak keperdataan anak terhadap mendiang SK.
“Kami memiliki bukti bahwa RS masih terikat pernikahan sah saat anak itu dilahirkan. Artinya, tidak mungkin secara hukum anak-anak tersebut dinasabkan kepada SK,” jelas Sapto dalam rilis kasus yang diterima Jatengpress.com, Rabu (8/10/2025).
Ketua PA Sukoharjo, Subiyanto Nugroho, S.H.I., S.Pd.Si., saat dikonfirmasi, membenarkan bahwa perkara tersebut tengah dalam proses persidangan di lembaganya.
“Benar, perkara itu sedang dalam proses di Pengadilan Agama Sukoharjo. Kami belum dapat memberikan tanggapan lebih jauh karena sidang masih berjalan,” ujarnya melalui pesan singkat, Selasa (8/10/2025).
Sengketa ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai keabsahan status nasab anak yang telah ditetapkan melalui pengadilan. Dalam hukum Islam dan hukum nasional, seorang anak hanya dapat dinasabkan kepada suami jika lahir dalam ikatan pernikahan yang sah, atau setidaknya dalam masa iddah setelah perceraian. Jika penetapan tersebut dibatalkan, maka anak-anak yang bersangkutan tidak lagi memiliki hubungan perdata dengan almarhum SK, termasuk dalam hal waris, wali nikah, dan hak nafkah.
Di sisi lain, jika RS terbukti menjalani dua pernikahan secara bersamaan, maka ia dapat dinilai melanggar Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang secara tegas melarang poliandri dalam bentuk apa pun.
Hingga saat ini, PA Sukoharjo belum memberikan pernyataan resmi terkait pertimbangan hukum saat menerbitkan penetapan asal usul anak pada 2023 lalu. (Abdul Alim)