Jatengpress.com, Borobudur – Candi Borobudur bukan lagi sekadar warisan budaya dunia, melainkan ekosistem pariwisata inklusif yang memuliakan nilai-nilai spiritual, toleransi, dan keberagaman.
“Pengelolaan destinasi ini tidak hanya berfokus pada jumlah kunjungan dan keuntungan semata, tetapi juga pada kualitas pengalaman, pelestarian budaya, dan pemberdayaan masyarakat lokal,” kata Direktur Utama InJourney, Maya Watono, dalam rilisnya, Minggu (25/05/2025).
InJourney, lanjut Maya, berkomitmen memperkuat transformasi Borobudur sebagai destinasi pariwisata kultural-spiritual yang inklusif. Kesuksesan penyelenggaraan perayaan Waisak 2569 BE/2025 di Borobudur semakin meneguhkan jalan transformasi yang dilakukan InJourney.
Melalui rangkaian perayaan Waisak 2569 BE/2025 dan berbagai inisiatif strategis, InJourney terus berkomitmen mentransformasi Borobudur menjadi destinasi pariwisata yang tidak hanya mengedepankan nilai spiritual dan budaya, tetapi juga menjangkau seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang latar belakang.
Komitmen InJourney, lanjut Maya, sejalan dengan komitmen pemerintah untuk memajukan kebudayaan nasional dan melestarikan cagar budaya sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan, sejalan dengan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2017.
Komitmen tersebut disampaikan Menteri Kebudayaan Fadli Zon pada pertemuan dengan komunitas Buddhis dalam rangka menyambut perayaan Waisak 2025, Minggu (04/05/2025).
“Komitmen ini bukan hanya tentang menjaga warisan masa lalu, tetapi juga menghadirkan manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat hari ini dan masa depan.”
“Tentunya dibutuhkan kolaborasi dan kerja sama seluruh pihak untuk merealisasikan harapan ini sehingga dapat terwujud ekosistem yang tangguh dan berkelanjutan sehingga budaya dapat membawa dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat,” kata Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
Maya menyebut, InJourney telah melakukan berbagai langkah nyata dengan kolaborasi bersama para pemangku kepentingan di antaranya ialah dengan menata kawasan yang hijau dan ramah pengunjung, penerapan sistem kuota dan jalur khusus untuk naik ke struktur candi, serta relokasi pedagang dengan pembangunan Museum dan Kampung Seni Borobudur dengan berbagai fasilitas yang menambah kenyamanan para pedagang dan memberikan kenyamanan bagi wisatawan yang berkunjung.
Dia berharap, inisiatif tersebut mampu membawa dampak ekonomi langsung melalui pelibatan UMKM, komunitas seni dan budaya, serta masyarakat di sekitar kawasan.
InJourney berkomitmen menciptakan pengelolaan dengan lingkungan inklusif dan ramah bagi semua orang, terutama penyandang difabilitas, lansia, termasuk para Bhikku dan umat Buddha dengan mobilitas yang terbatas.
“Melalui pendekatan inklusif, kontemplatif, dan berbasis komunitas, kami ingin menjadikan Borobudur sebagai rumah spiritual global dan model pengembangan destinasi yang berkelanjutan di Indonesia. InJourney berharap kolaborasi semua pemangku kepentingan dapat terus ditingkatkan agar Borobudur tidak hanya menjadi ikon, akan tetapi juga simbol pencapaian spiritual dan harmoni bagi generasi kini dan mendatang,” tambah Maya.
Untuk mendukung hal itu, kata Maya, InJourney terus melakukan koordinasi intensif dengan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa seluruh persiapan dan pelaksanaan kegiatan tetap sejalan dengan prinsip-prinsip pelestarian cagar budaya serta memastikan pengelolaan Candi Borobudur terus mengedepankan nilai-nilai spiritual dan kultural yang tidak mengancam dan berdampak langsung pada nilai universal luar biasa (outstanding universal value) Candi Borobudur sebagai mahakarya arsitektur Buddhis dan seni monumental. (TB)