Diresmikan, Pusat Kolaborasi Riset Enzim Termofilik BRIN Bersama Sejumlah Perguruan Tinggi Terkemuka

Jatengpress.com, Semarang – Wilayah negara Indonesia yang memiliki deretan gunung berapi aktif di wilayah ring of fire (cincin api), ternyata justru memiliki potensi tinggi bagi berkembangnya enzim termofilik.

Termofilik adalah mikroorganisme yang dapat tumbuh pada suhu  tinggi dibatas 50 derajat Celcius, hingga ratusan derajat Celcius.

Termofilik ini merupakan sumber enzim  yang saat ini penting bagi bioteknologi dan biologi molekuler, untuk dunia industri berbagai bidang, baik Langan, kesehatan, dan lainnya.

Berkaitan dengan riset pencarian potensi enzim Termofilik tersebut,

maka diresmikan Pusat Kolaborasi Riset Enzim Termofilik yang melibatkan beberapa institusi terkemuka, yaitu Universitas Diponegoro (UNDIP), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Teknologi Sumbawa (UTS), dan Universitas Katolik Soegijapranata (UNIKA Soegijapranata).

Acara peresmian berlangsung di Lantai 6 Gedung G Acintya Prasada Fakultas Sains dan Matematika (FSM) Universitas Diponegoro, Rabu (2/10).

Pusat Kolaborasi Riset (PKR) Enzim Termofilik sendiri ditujukan sebagai wadah kolaborasi antara akademisi dan peneliti dari berbagai universitas dan lembaga riset di Indonesia. PKR ini merupakan salah satu skema pendanaan dari Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN yang mensyaratkan ketua perisetnya dari universitas.

Beberapa fokus kegiatan penelitian yang akan dilakukan dalam mendukung PKR  ini adalah akselerasi potensi, pengembangan, dan pemanfaatan enzim termofilik asli Indonesia untuk beragam dalam industri seperti  pangan, kesehatan, kosmetik, energi dan lingkungan dan Kesehatan.

Harapannya, kolaborasi ini mampu mengoptimalkan sumber daya keanekaragaman mikroba nusantara yang ada dan memperkuat inovasi riset nasional di bidang bioteknologi.

Anto Budiharjo, Kepala Pusat Kolaborasi Riset Enzim Termofilik yang baru saja diresmikan ini mengungkapkan, dengan adanya Pusat Kolaborasi Riset Enzim Termofilik ini, diharapkan akan tercipta berbagai inovasi dalam bidang bioteknologi, khususnya terkait pengembangan enzim yang mampu bertahan pada kondisi suhu ekstrem, yang berpotensi besar untuk diterapkan dalam berbagai industri, mulai dari makanan, pertanian, hingga lingkungan.

Lebih lanjut Anto Budiharjo menerangkan, enzim termofilik ini sangat penting untuk Indonesia agar bisa memproduksi sendiri.

Mengingat selama ini hampir semua enzim yang digunakan di Indonesia adalah impor dari Amerika Serikat, Kanada, dan sejumlah negara Eropa.

Padahal Indonesia kaya potensi bagi pengembangan enzim Termofilik, yaitu dari kawasan panas gunung berapi.

“Nantinya enzim itu diproduksi di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan industri pangan, kesehatan, pertanian, dan lainnya,” kata Anto Budiharjo, di sela acara peresmian Pusat Kolaborasi Riset tersebut.

Salah satu contoh hasil enzim yang sudah dilaksanakan risetnya oleh Undip bekerjasama dengan Unika Soegijapranata, adalah  enzim yang bisa mendegradasi (menghancurkan) plastik PET, ysitibplastik botol air mineral.

“Pada plastik PET botol air mineral yang kalau dibiarkan di alam akan terdegradasi limaratus tahun. Nah dengan enzim yang diproduksi hasil penelitian Undip bekerjasama dengan Unika Soegijapranata ini, dalam tiga hari dengan suhu 70 derajat, plastik botol air mineral tersebit bisa terdegradasi 80 persen,” kata Anto Budiharjo.

Ahmad Fathoni, Kepala Pusat Mikrobiologi Terapan BRIN (Badan Riset ainovssi Nasional) Yang hadir pada peresmian tersebut mengatakan, bagaimana kita bisa mengumpulkan para periset industri untuk berkolaborasi menghasilkan produk dari enzim Termofilik, yang sangat penting bagi industri di Indonesia.

“Kalau bergabung untuk mempercepat risetnya dan tidak emmengulang ulang lagi. Disini kita akan menarik industri untuk bergabung,” kata Fathoni.

Sementara itu, Direktur Pendanaan Riset dan Inovasi BRIN,   Ajeng Arum Sari mengungkapkan Direktorat Pendanaan Riset dan Inovasi BRIN memberikan fasilitas bagi  riset untuk industri maupun perguruan tinggi.

“Kami memiliki pendanaan yang bersifat kompetisi. Pendanaan untuk membiayai kolaborasi riset. Kami sudah memiliki 28 pusat kolaborasi riset (PKR). Indikator penilaiannya berupa rekam jejak kolaborasi. tema riset harus spesifik, yang membutuhkan kolaborasi. .pendanaan satu tahun 180 jutaan rupiah, kemudian dievaluasi mencapai target atau tidak, untuk bisa mendapatkan pendanaan lagi.

Harapan kami pendanaan PKR ini 5 sampai 7 tahun. Biayanya untuk koordinasi, rapat, perjalanan, dan sebagainya. Kalau pembiayaan untuk kegiatan risetnya bisa menggunakan skema lain,” ujar Ajeng. (Cip)