JATENGPRESS, KARANGANYAR-Bullying atau perundungan melalui media sosial dapat dicegah sebelum efeknya melukai secara mental dan berujung kasus pidana. Salah satu caranya menghindari unggahan data pribadi ke dunia maya.
Hal itu disampaikan Dosen Fakultas Hukum (FH) UNS Tika Andarasni Parwitasari S.H M.Kn M.H kepada peserta didik SMAN 2 Karanganyar dalam ‘Sosialisasi Pencegahan Cyber Bullying Kalangan Pelajar’ di aula sekolah setempat, Kamis (1/8). Ia bersama grub riset hukum pidana FH UNS berkolaborasi menyampaikan materi itu dalam rangka kegiatan pengabdian kepada masyarakat.
“Harus aware upload segala tentang diri kita. Baik itu foto, video maupun data diri. Adanya video asusila yang sempat beredar di medsos, ternyata produk aplikasi AI. Bahannya dari konten unggahan-unggahan itu. Maka, filter dulu sebelum mengunggah. Jangan sampai jadi bahan perundungan karena asal upload,” kata Tika.
Cyberbullying mengakibatkan korban depresi hingga menutup diri. Korban dipersilakan melapor ke aparat penegak hukum untuk menuntut keadilan. Namun produk cyber tak akan menghilangkan jejak digital.
Tika menyarankan agar para pelajar menjauhi praktik perundungan. Baik itu secara ferbal, fisik maupun cyber. Meski tak bisa dinafikan, teknologi informasi juga mendongkrak semua aspek kehidupan.
“Medsos dan TI ibarat ujung tombak bermata dua. Bermanfaat menunjang daily life juga bisa melukai kita. Kecanggihan IT tanpa pengetahuan mengundang petaka,” katanya.
Kepala Bagian Hukum Pidana FH UNS, Dr Ismunarno sekaligus Ketua Kegiatan Pengabdian Masyarakat mengatakan, masyarakat perlu tahu regulasi tentang ITE. UU No 1 tahun 2024 melarang penyebaran informasi yang menimbulkan kebencian, penyebaran hoax serta ancaman pidana bagi pelanggarnya. KUHP juga mengancam pidana bagi pelaku pencemaran nama baik melalui media massa.
“Ada juga PP no 71 tahun 2019 yang mengatur keamanan data dan perlindungan pengguna dari konten negatif,” katanya.
Profesor Hukum Pidana FH UNS, Supanto S.H M.HUM mengatakan penggunaan gawai nirkabel makin menggeser pola interaksi. Parahnya, budaya digital sudah menormalisasi perilaku negatif. Para orangtua, masyarakat dan kalangan dunia pendidikan harus mengerem pemakaiannya.
“Dulu di zaman saya muda, sedikit yang punya TV. Anak-anak berperilaku wajar. Tapi sekarang pergaulan yang mereka lihat di medsos, ditiru. Padahal kurang mendidik,” katanya.
Pengajar SMAN 2 Karanganyar, Anna Yuniati mengatakan sosialisasi ini diikuti ketua dari 30 kelas, pengurus dan pembina OSIS sekolah. Ia kerap bekerjasama dengan para pakar dan akademisi untuk mengisi sosialisasi kepada para peserta didiknya. Melalui materi non akademik itu, diharapkan pengetahuan siswa bertambah dan mendampingi mereka berinteraksi secara sehat.
“Peserta boleh menanyakan ke narasumber apapun itu. Dialog interaktif dan peserta antusias bertanya,” katanya. (Abdul Alim)