Jatengpress.com, Purworejo – Setelah melalui tiga kali musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian Proyek Pengendali Banjir Kawasan Yogyakarta International Airport (YIA) di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, warga Desa Jogoboyo, Kecamatan Purwodadi akhirnya setuju.
Persetujuan menerima bentuk dan jumlah ganti rugi tersebut ditandatangani pada musyawarah terakhir di Aula Desa Jogoboyo, Senin (09/12/2024). Sebelumnya, dua kali musyawarah harus ditunda karena masih ada 64 orang pemilik bidang tanah yang tak setuju dengan alasan harga tak sesuai.
Awalnya, musyawarah yang dihadiri Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) Andri Kristanto, PPK Pengadaan Tanah pada BBWSSO (Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak) Surono, Asisten III Sekda Purworejo Bambang Susilo dan beberapa Kepala OPD terkait itu berjalan alot.
Puluhan warga yang datang nampak mengajukan keluh kesah mengenai harga tanah mereka. Namun menjelang sore, warga Desa Jogoboyo kompak sepakat menerima. Tinggal satu orang warga Desa Wasiat yang masih belum mau menandatangani persetujuan.
“Hari ini adalah musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian yang terakhir. Karena sesuai dengan ketentuan, jika 3x sebelum ada yang keberatan terkait bentuk dan atau besaran nilai bisa memgajukan keberatan. Kami membuka kesempatan, jika ada yg belum setuju, asal ada bukti-buktinya, akan kita bantu. Segera saja, dalam waktu dua hari ini, saya akan koordinasi dengan Ka PN Purworejo,” tutur Ketua P2T yang juga Kepala Kantor Pertanahan/BPN Kabupaten Purworejo, Andri Kristanto.
Mekanisme pengajuan keberatan ke Pengadilan Negeri, harus disertai bukti-bukti terkait keberatan yang didalilkan.
“Alhamdulillah, musyawarah hari ini membuahkan hasil. Dari target 98 bidang milik 64 warga (63 orang Jogoboyo, 1 orang Wasiat), 63 orang pemilik 97 bidang setuju. Yang tidak setuju 1 orang pemilik 1 bidang tanah warga Desa Wasiat, Kecamatan Ngombol,” papar Andri.
Salah satu warga Desa Jogoboyo yang akhirnya memilih setuju, Totok Sutrisno mengatakan bahwa, dia memperoleh Rp800 juta. Tanah dan bangunan kos-kosan miliknya yang terdampak, tidak ada tanam tumbuh di atasnya.
“Kalau dihitung, tanah saya dihargai Rp1.149.000 per meter. Saya memilih setuju (meski awalnya menolak). Pertimbangannya, nilai berapa pun pasti terasa kurang, kita syukuri saja. Dengan haraoan, semoga bermanfaat, rejeki tidak hanya berupa uang, kesehatan, ketentraman juga merupakan rejeki,” pungkas Totok. NING