Flyover Canguk Magelang Tinggalkan Masalah Sertifikat Atas Tanah Sisa

Jatengpress.com, Magelang – Proyek flyover dan semi underpass Canguk, Kota Magelang, yang hampir rampung ternyata masih menyisakan masalah. Yakni, belum diterbitkannya sertifikat sisa tanah 27 warga yang terdampak proyek APBN 2024 sekitar Rp 103 miliar tersebut.

Ketua RW 21, Kelurahan Rejowinangun Utara, Lukisno menjelaskan, sejak awal pembangunan proyek flyover dan semi Underpass Canguk, warga terdampak diminta menyerahkan sertifikat lama tanah mereka oleh Pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). 

Kementerian PUPR menjanjikan bakal membuatkan sertifikat baru atas tanah sisa yang tidak terkena pelebaran jalan dalam kurun waktu 8 bulan hingga satu tahun. 

“Sampai detik ini sudah hampir dua tahun, kami terus menanyakan ke pihak PUPR dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Magelang, tapi belum ada kepastian. Notaris yang dikirim PUPR justru mengulang proses pengukuran patok tanah, padahal dulu sudah diukur,” ungkap Lukisno.

Lukisno menyebut, di lingkungan RW 21 ada 27 warga yang terdampak proyek tersebut dengan sekitar 56 sertifikat. Mengenai uang ganti rugi (UGR) tanah sudah dilunasi seluruhnya.

Dia berharap, sertifikat atas tanah sisa itu dapat segera diterbitkan tanpa tarik biaya. Karena itu merupakan program pemerintah. 

“Kan ini program pemerintah. Kalau dipungut biaya, banyak warga kami yang tidak siap dana,” ujarnya. 

Untuk mengungkapkan aspirasi mereka, 27 warga RW 21 Rejowinangun Utara, memasang spanduk di beberapa titik. Salah satunya spanduk bertuliskan ; ‘Tolong kami Pak Presiden Prabowo. Mana sertifikat kami? Sudah 2 tahun tidak ada kabar. Kami jadi korban proyek flyover. Sudah sesak menghirup debu, gempa lokal alat berat, banjir & macet, namun hak kami diabaikan’.

Kepala Kantor BPN Kota Magelang Muhun Nugraha mengakui pihaknya belum menerbitkan sertifikat atas tanah sisa milik warga yang terdampak proyek flyover dan semi underpass Canguk.

Menurut dia, pengadaan tanah flyover dan semi underpass Canguk berskala kecil. Prosesnya tidak menggunakan mekanisme panitia pengadaan tanah seperti pada proyek tol. Penerbitan sertifikat tanah sisa bisa dilakukan jika ada permohonan pendaftaran penataan batas tanah.

“Nanti ada permohonan pendaftaran penataan batas sebagai dasar untuk proses penerbitan sertifikasu. Kalau kalau belum ada pendaftaran, kita belum bisa melaksanakan,” jelasnya. 

Mengenai biaya penerbitan sertifikat, menurut Muhun, bergantung pada anggaran yang disiapkan Kementerian PUPR. Jika anggaran tidak tersedia, biaya kemungkinan dibebankan kepada warga. 

“Kami siap menerbitkan sertifikat sisa tanah, sepanjang patok batas tanah warga harus terpasang,” paparnya. (*)