Kasus Mafia Tanah di Desa Bedono, Kecamatan Sayung Demak, Korban Diminta Melapor

Jatengpress.com, Semarang – M Ardana Inanda SH, Pengacara korban penipuan jual beli tanah tambak di Desa Bedono, Sayung Kabupaten Demak, mempersilahkan jika ada korban lain dalam kasus tersebut untuk menghubunginya.

Sebab, kasus penipuan oleh pihak yang disebutnya sebagai mafia tanah tersebut, bisa jadi menelan korban lebih dari satu orang. Pihaknya kini sedang mencari-cari informasi jika ada korban lain. 

Kabar terbaru, korban kasus mafia yang melibatkan mantan kepala desa (Kades) Bedono ini, diduga lebih dari satu orang.

Diketahui, Polrestabes Semarang telah mengamankan dua orang, yakni mantan Kades Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak bernama Agus Salim dan seorang wanita warga Genuk, Kota Semarang, bernama Tiari.

Kedua tersangka diamankan polisi atas laporan korban Bernama Yuliati, warga Gebangsari, Kecamatan Genuk, Kota Semarang yang mengaku mengalami kerugian hingga Rp 800 juta.

Kuasa hukum korban, M Ardana Inanda menyebut masih ada korban lain dalam kasus mafia tanah di Bedono ini selain kliennya. Sehingga pihaknya minta korban lain segera melapor.

“Saya harap jika ada korban-korban lainnya monggo segera datang ke kantor saya, akan saya kawal sampai tuntas,” kata Muhammad Ardana Inanda SH dari Law Office Java Een Glory Semarang.

Untuk sementara ini upaya hukum yang telah dia lakukan adalah, telah melaporkan kedua tersangka ke pihak kepolisian agar segera ditindaklanjuti.

Bahkan oleh pihak kepolisian Polrestabes Semarang, dalam perkembangannya kini,  kasusnya sudah ditindaklanjuti ke Kejaksaan.

“Untuk saat ini kami sedang mencari-cari korban-korban yang lainnya. Saya harap korban-korban yang lainnya bisa datang kepada saya di alamat Jl MT Haryono nomor 828,” ujar dia kepada wartawan.

Ardana Inanda memaparkan kronologi penipuan yang dilakukan kedua tersangka terhadap kliennya.

Kasus berawal ketika tahun 2019 kliennya ditawari oleh kedua tersangka, Tiari dan Agus Salim, untuk membeli tanah tambak yang kabarnya produktif. Kedua tersangka mengatakan bahwa tanah ini akan terkena proyek strategis nasional (PSN), yaitu tol Semarang-Demak.

Kedua tersangka juga mengatakan kalau status tanah tersebut adalah leter C.

“Dan itu saudara Tiari dan saudara Agus Salim menawarkan tanah tersebut seharga Rp 800 juta, dan kemudian jika tanah tambak tersebut terkena penggusuran untuk PSN, maka bisa mendapat keuntungan tiga kali lipat. Jadi status tanah yang dibeli klien saya bernama cik Yulianti itu leter C,” kata Ardana Inanda.

Namun setelah transaksi pembelian, dan kliennya mengecek ke Badan Pertanahan Nasional/Kantor Agraria, ternyata status tanah tambak tersebut adalah bersertifikat hak milik dan atas nama orang lain. Artinya, kedua tersangka menjual tanah tambak berstatus hak milik orang lain, bukan milik tersangka. 

“Setelah mendapat keterangan surat letter C dari kepala desa,  lalu klien saya mencari-cari informasi, dan kita mencari tahu di BPN (Badan Pertanahan Nasional, red), ternyata tanah tersebut sudah ada hak milik oleh orang lain, padahal klien saya sudah terlanjur transaksi di Semarang,” kata dia.

Atas hal tersebut, kliennya merasa telah ditipu. Ardana Inanda menyebut kedua tersangka telah bersekongkol untuk melakukan penipuan terhadap kliennya, dengan memanfaatkan hak milik orang lain.

Kedua tersangka kini telah diserahkan kepada Kejaksaan Negeri untuk disidangkan.


Ditanya apakah ada dugaan adanya pelaku lain yang turut bersekongkol menipu kliennya, Ardana Inanda mengatakan, untuk dugaan tersebut pihaknya sedang mencari-cari tahu.

“Sementara (tersangkanya) oknum kepala desa dan Saudari Tiari itu. Apakah ada kepala desa lain atau di atasnya, saya rasa mungkin ada. Karena sertifikat tersebut kan harus dikeluarkan oleh Carik (sekretaris desa, red). Dan itu harusnya ada juga. Karena leter C itu kan yang mengeluarkan dari Carik,” ujar dia. (Cip)